Pengakuan akan kehilangan tradisi berlebaran di Tanah Air itu antara lain diungkapkan Mahasiswa Pascasarjana Universitas Queensland (UQ), Dedi Muhammad Siddiq, dan Dosen FKIP Universitas Jambi yang sedang mengambil program studi doktoral di UQ, M.Harris Effendi.
Dedi mengatakan, gema takbir yang senantiasa mengisi malam lebaran hingga menjelang salat Id serta hiruk pikuk mudik warga yang ingin bersilaturrahmi dengan sanak keluarga dan handai taulan di kampung halaman tak ditemukan di Australia.
"Ini yang tidak saya temui saat berlebaran di sini," kata mantan presiden Perhimpunan Masyarakat Muslim Indonesia di Brisbane (IISB) yang sudah dua kali merasakan berlebaran jauh dari keluarga di Tanah Air itu.
Namun kerinduannya pada keluarga sedikit terobati dengan acara silaturahmi dan bermaaf-maafan yang dilakukan sesama warga Muslim Indonesia dan mancanegara seusai salat Id seperti terjadi seusai salat Id yang diselenggarakan pengurus Perhimpunan Mahasiswa Islam (MSA) UQ, Minggu pagi.
Rasa kehilangan suasana khas lebaran di Tanah Air juga diungkapkan M.Harris Effendi. Anak Medan yang mengambil program doktor bidang pendidikan di UQ ini mengatakan ia tidak hanya kehilangan momen takbiran tetapi juga ketupat sayur yang menjadi salah satu menu utama lebaran banyak keluarga di Tanah Air.
Di kota Brisbane dan sekitarnya, daun pisang masih dapat ditemui namun tidak demikian halnya dengan janur sehingga ketupat tidak menjadi bagian dari menu lebaran keluarga-keluarga Muslim Indonesia di ibukota negara bagian Queensland itu.
Sementara itu, kegiatan salat Id yang diselenggarakan pengurus MSA-UQ di areal Taman William Dart (Taman Munro) kampus UQ Minggu pagi diikuti sekitar 800 orang warga Muslim asal Indonesia, Malaysia, Arab Saudi, India, Pakistan, dan beberapa negara lainnya.
Hadapi bersama-sama
Dalam khutbah salat Idul Fitrinya, Bandar Abu Fahad, mengajak umat Islam se-dunia agar bahu-membahu menghadapi propaganda anti-Muslim dan Islam dengan ikut membangun pemahaman yang benar tentang Islam.
"Saat ini begitu banyak propaganda anti-Islam tapi Alhamdulillah, lebih banyak orang yang ingin mengetahui tentang Islam dan Muslim. Kita harus ikut memberi pemahaman yang benar tentang Islam kepada teman-teman non-Muslim kita," katanya.
Kesalahfahaman kalangan non-Muslim tentang Islam itu dapat secara bertahap dikikis dengan upaya terpadu umat Islam. "Mari kita terus membangun jembatan pemahaman dengan teman-teman non-Muslim kita," katanya.
Dalam khutbahnya dalam bahasa Inggris dan Arab itu, Bandar Abu Fahad juga menekankan bahwa salat Id yang dipadati umat Islam dari beragam bangsa adalah pesan yang nyata bahwa Muslim itu sesungguhnya bukan sekadar kumpulan bangsa-bangsa.
"Kita ini adalah kumpulan bangsa yang bersatu di bawah 'laa ila haillallah' (kalimat Tauhid-red.)," katanya.
Seusai khutbah salat Id, jamaah yang berasal dari Indonesia, Malaysia, Arab Saudi, India, Pakistan, dan beberapa negara lainnya saling bermaaf-maafan dan menikmati panganan ringan bersama di areal lapangan sepakbola Taman Munro itu.
Selain di UQ, shalat Id juga digelar di Islamic College of Brisbane (Karawata), Australian International Islamic College (Durak), Masjid Lutwych, Masjid Algester dan Masjid Bald Hills dengan waktu pelaksanaan bervariasi antara pukul 06.00 dan 07.30 waktu setempat.
Perayaan Idul Fitri 1430 Hijriah yang ditandai dengan salat Id berjamaah juga digelar di berbagai kota utama lain di Australia. Di Perth, Australia Barat, salat Id Komunitas Muslim Indonesia menghadirkan khatib dan imam, Ustadz Agus Setiawan.
Wakil Konsul Fungsi Pensosbud Konsulat RI di Perth Ricky Suhendar, mengatakan, salat Id di Perth dilangsungkan di "The Embassy Ballroom", Jalan Presiden 115, Carlisle, pada pukul 07.30 waktu setempat.
Komunitas Muslim Indonesia dan mancanegara yang berdomisili di Canberra, Sydney, Melbourne, Adelaide dan Darwin juga menggelar salat Id Minggu pagi.
*) My updated news for ANTARA on Sept 20, 2009
No comments:
Post a Comment