Terpilihnya Ratna Fitriani sebagai satu-satunya wakil dari 17 ribuan orang pelajar Indonesia yang kini belajar di Australia itu disambut hangat Pengurus Pusat Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA).
"PPIA Pusat sangat mengapresiasi terpilihnya Ratna Fitriani. Sekretaris UQISA (Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di UQ) ini mewakili 17.000-an Mahasiswa/Pelajar Indonesia di Australia," kata Wakil Sekretaris Umum PPIA, Febry H.J.Dien, kepada ANTARA di Brisbane, Rabu.
Mahasiswi program magister "Development Practice" UQ angkatan 2009 ini mewakili Indonesia dari 190 negara asal ratusan ribu orang pelajar dan mahasiswa internasional yang ada di Australia, kata Febry.
"Melalui pertemuan ini, diharapkan Pemerintah Australia memperoleh informasi yang akurat tentang situasi dan kondisi pelajar dan mahasiswa Indonesia di Australia, termasuk harapan dan keinginan mereka demi terselenggaranya proses pendidikan yang kondusif di Australia," katanya.
Terkait dengan "diskusi meja bundar mahasiswa internasional" pekan depan di Canberra itu, Kementerian Pendidikan Australia menyebutnya sebagai "peluang" para wakil mahasiswa asing untuk mendiskusikan berbagai masalah yang mereka hadapi selama di Australia dan mencari solusi atas masalah-masalah tersebut.
Pertemuan 30 orang mahasiswa internasional dengan Wakil PM yang juga Menteri Pendidikan, Tenaga Kerja dan Hubungan Kerja, serta Inklusi Sosial Australia, Julia Gillard, itu adalah bagian dari komitmen pemerintah untuk memberikan pendidikan terbaik bagi seluruh mahasiswa internasional.
Pada 2 Juli lalu, PM Kevin Rudd dan para pemimpin negara bagian dan teritori se-Australia telah pun mengumumkan apa yang disebut "Strategi Nasional untuk Pelajar Internasional".
Dalam strategi komprehensif itu, Australia berkomitmen memberikan informasi yang lebih baik kepada para pelajar asing sebelum dan pada saat pertama kali mereka tiba di Australia guna memperbaiki pengalaman mereka.
Selain itu, pemerintah Australia juga akan memperbaiki keamanan pelajar asing dan keterlibatan mereka dalam komunitas, serta meningkatkan berbagai tawaran pendidikan umum yang dapat membantu pengembangan pemahaman budaya, toleransi dan keahlian berbahasa mereka.
Pemerintah Australia pun berkomitmen pada tercapainya pendidikan bermutu oleh lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan di negara itu sebagai bagian dari strategi komprehensif bagi para pelajar asing.
Citra tercoreng
Citra Australia sebagai negara tujuan belajar bermutu dan aman bagi pelajar dan mahasiswa internasional tercoreng setelah pecah aksi demonstrasi besar mahasiswa India yang dipicu oleh serangkaian insiden serangan fisik terhadap mahasiswa India di Melbourne.
Serangan terhadap mahasiswa India di Australia yang kemudian dituding sebagian laporan media India berbau "rasis" itu berpuncak pada aksi perampokan disertai penusukan terhadap Baljinder Singh 25 Mei lalu. Insiden ini sempat memunculkan kekhawatiran pemerintah Australia akan reputasi negaranya sebagai tempat belajar bagi mahasiswa asing.
Dalam penjelasannya kepada Majelis Rendah Parlemen Australia di Canberra 2 Juni lalu, Menteri Luar Negeri Stephen Smith mengutuk aksi-aksi penyerangan terhadap warga India yang belajar dan bekerja di Australia.
Ia juga menegaskan keseriusan Pemerintah Australia dalam menjaga reputasi negaranya sebagai tempat yang aman bagi tempat belajar mahasiswa asing dengan membentuk satuan tugas baru beranggotakan para pejabat senior lintas departemen dan dipimpin Penasehat Keamanan Nasional, Duncan Lewis.
Di seluruh Australia ada sedikitnya 90 ribu mahasiswa India dan lebih dari 200 ribu warga negara Australia keturunan India. "Lebih dari 90 ribu mahasiswa India itu adalah tamu yang disambut di negara kita," katanya.
ANTARA mencatat aksi kekerasan terhadap mahasiswa asing di Melbourne dan sekitarnya tidak hanya menimpa mahasiswa internasional dari India tetapi juga beberapa orang mahasiswa Indonesia.
Pada 18 November 2008 misalnya, Ketua Ranting Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA) Universitas La Trobe, Inge Dhamanti, dan suaminya dipukul seorang pemuda Australia saat jalan-jalan sore di "Direct Factory Outlet" (DFO) Southern Cross Melbourne.
Pada Oktober 2007, Andi Syafrani, aktivis mahasiswa Universitas Victoria, juga menjadi korban perampokan dua orang pemuda dan seorang pemudi Australia di halaman parkir stasiun kereta Footscray, Melbourne. Andi sempat menjalani operasi mata di Rumah Sakit Sunshines Melbourne akibat kekerasan fisik para perampok.
Aksi pemukulan yang berakhir dengan perawatan intensif di rumah sakit juga pernah menimpa Airlangga Hutama, mahasiswa Indonesia di Adelaide, Australia Selatan, 9 Maret 2008. Pelakunya adalah seorang pemuda Australia yang sedang mabuk.
*) My news for ANTARA on Sept 9, 2009
No comments:
Post a Comment