Monday, September 14, 2009

MAHASISWA ASING BEKERJA DI AUSTRALIA MASIH "DIEKSPLOITASI"

Para mahasiswa internasional yang menjadi peserta dialog dengan Wakil Perdana Menteri Australia Julia Gillard di Canberra, Senin, menyoroti kondisi diskriminatif dan eksploitatif yang masih kerap dirasakan para mahasiswa asing yang bekerja paruh waktu untuk menambah uang saku.

"Masalah eksploitasi mahasiswa internasional yang bekerja paruh waktu karena mendapat bayaran di bawah standar bayaran yang diterima mahasiswa Australia adalah salah satu sub-isu yang dibahas di kelompok isu besar 'perlakuan adil' bagi mahasiswa internasional," kata Peserta Dialog asal Indonesia, Ratna Fitriani.

Selain soal eksploitasi yang masih dirasakan mahasiswa internasional yang bekerja paruh waktu, ada tujuh sub-isu lain yang dibahas para peserta yang bertanggungjawab pada pokok bahasan masalah "perlakuan adil", kata mahasiswi Universitas Queensland ini.

Ke-tujuh isu tersebut adalah soal bagaimana "nilai" keberadaan mahasiswa internasional diakui masyarakat Australia karena pada dasarnya mereka tidak hanya mendatangkan menfaat secara ekonomis tetapi juga mendukun pengembangan sains di Australia.

Para mahasiswa asing itu memandang perlu adanya lembaga ombudsman yang menampung dan menyalurkan komplain (keluhan) mahasiswa internasional di Australia. Selain itu, disoroti pula isu rasisme dan masalah sertifikasi nilai bahasa Inggris (IELTS), kata Ratna.

Dalam isu rasisme, kasus rasisme tidak hanya pernah dialami para mahasiswa India tetapi juga mahasiswa berkebangsaan lain di Australia.

"Kita juga menyoroti isu transparansi kualitas universitas-universitas di Australia, biaya pendidikan yang terus meningkat dan masalah pelayanan kampus, serta biaya pendidikan anak yang orangtuanya menjadi mahasiswa di Australia," katanya.

Pertemuan dua hari Wakil Perdana Menteri Australia Julia Gillard dengan 31 orang mahasiswa internasional yang sedang studi di berbagai perguruan tinggi negara itu berlangsung di Canberra hingga Selasa.

Selain Ratna, suara mahasiswa Indonesia juga diwakili oleh Siti Khodijah (mahasiswi Universitas Melbourne). Kedua mahasiswi Indonesia itu terpilih di antara 1.300 orang mahasiswa internasional yang mengajukan lamaran untuk menjadi peserta dialog dengan Wakil PM yang juga Menteri Pendidikan Australia Julia Gillard itu.

Dalam pertemuan hari pertama, para peserta tidak hanya membahas isu besar menyangkut perlakuan adil bagi mahasiswa asing di Australia, tetapi juga isu-isu besar lainnya seperti inklusi sosial, mutu pendidikan, pemasaran, pelayanan dasar, fasilitas ibadah dan pengelolaan pembiayaan bagi mahasiswa internasional.

"Termasuk dalam masalah 'basic services' (jasa pelayanan dasar) adalah transportasi, akomodasi, tempat penitipan anak (child care) dan pelayanan kesehatan bagi mahasiswa asing," kata Ratna.

Kegiatan yang dinamakan "diskusi meja bundar mahasiswa internasional" ini dipandang Kementerian Pendidikan Australia sebagai "peluang" emas bagi para wakil mahasiswa asing untuk mendiskusikan berbagai masalah yang mereka hadapi selama di Australia dan mencari solusi atas masalah-masalah tersebut.

Citra Australia sebagai negara tujuan belajar bermutu dan aman bagi pelajar dan mahasiswa internasional sempat tercoreng setelah pecah aksi demonstrasi besar mahasiswa India yang dipicu oleh serangkaian insiden serangan fisik terhadap mahasiswa India di Melbourne.

Jumlah mahasiswa internasional di Australia diperkirakan mencapai 450 ribu orang. Kehadiran mereka itu memberikan sumbangan bagi perekonomian Australia sebesar 12,5 miliar dolar Australia (2007).

*) My updated news for ANTARA on Sept 14, 2009

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity