Wednesday, September 16, 2009

INDONESIA-AUSTRALIA TAK MUNGKIN "BEBAS MASALAH"

Duta Besar RI untuk Australia dan Vanuatu Primo Alui Joelianto mengatakan, dua negara bertetangga seperti Indonesia dan Australia tidak mungkin bisa sepenuhnya terbebas dari masalah namun yang terpenting bagi kedua negara adalah bagaimana mengelola hubungan bilateralnya secara baik.

"Pasti ada gesekan-gesekan. Yang penting, kita harus kelola (hubungan bilateral ini) secara baik dan hati-hati," katanya menanggapi masalah dinamika hubungan kedua negara paska-keputusan Polisi Federal Australia (AFP) menginvestigasi kasus kematian lima wartawan di Balibo, Timor Timur, tahun 1975.

Kepada ANTARA yang menghubunginya dari Brisbane, Rabu, Dubes Primo mengatakan, hubungan Indonesia-Australia terlebih lagi sejak Perdana Menteri Kevin Rudd dan Partai Buruh berkuasa tahun 2007 semakin kuat ditandai dengan intensnya pertemuan antarkepala pemerintahan dan anggota kabinet kedua negara.

"Sejak Perdana Menteri Kevin Rudd berkuasa, beliau sudah sembilan kali bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selain itu, pertemuan tingkat menteri kedua negara juga sudah 35 kali. Kita (Indonesia-Australia) pun banyak menjadi 'co-chair' (ketua bersama) pertemuan regional dan internasional," katanya.

Kedua negara juga sudah memiliki Deklarasi Bersama Kemitraan Komprehensif tahun 2005 dan Perjanjian Lombok yang semakin membantu upaya penguatan hubungan bilateral. Namun dua bahaya yang perlu diantisipasi bagi kepentingan hubungan bilateral adalah "complacency" (berpuas diri) dan "surprise" (kejutan), katanya.

Terlepas dari itu semua, menurut Dubes Primo, munculnya "gesekan" dan masalah adalah hal biasa bagi dua negara bertetangga seperti Indonesia dan Australia karena hal serupa juga dialami negara-negara yang saling bertetangga lainnya, seperti Amerika Serikat-Kanada dan Amerika Serikat-Meksiko.

Bagi Indonesia dan Australia, yang terpenting adalah bagaimana pemerintah dan rakyat kedua negara dapat mengelola dinamika yang ada dalam hubungan bilateral itu secara baik dan hati-hati, katanya.

Perihal keputusan AFP menyelidiki kasus yang sudah terjadi lebih dari 34 tahun lalu itu membuat pemerintah RI terkejut namun Pemerintah Australia berlindung di balik independensi keputusan Pengadilan Koroner Negara Bagian New South Wales dan AFP dalam menghadapi reaksi keberatan Jakarta.

Kasus Balibo Five

Menanggapi keputusan AFP itu, Juru bicara Deplu, Teuku Faizasyah, menegaskan kasus "Balibo Five" sudah selesai dengan kesimpulan bahwa kematian mereka karena kecelakaan.

"Indonesia tidak melihat adanya suatu kepentingan untuk membuka kasus ini lagi. Sudah disimpulkan bahwa kematian kelima wartawan asing tersebut adalah karena kecelakaan bukan disengaja" katanya.

Presiden Yudhoyono bahkan mengingatkan Australia agar ikut mendukung upaya CTF mengakhiri konflik secara bijak dan melihat ke depan dengan sejumlah rekomendasi yang ditindaklanjuti Indonesia dan Timor Leste.

"Ini penting agar hubungan dengan Australia yang sekarang dalam keadaan baik, bahkan sangat baik, tidak terganggu dengan masalah-masalah yang muncul, karena menggunakan cara berpikir, yang menurut kita tidak tepat," katanya.

Berbeda dengan reaksi Indonesia, Menteri Luar Negeri Australia Stephen Smith justru tetap yakin pada kualitas hubungan kedua negara.

Pemerintah Australia optimis keputusan polisi federalnya (AFP) menginvestigasi kasus kematian lima wartawan di Balibo, Timor Timur, tahun 1975 tidak akan mengganggu kerja sama AFP-Polri dalam menumpas jaringan teroris dan penyelundupan manusia yang sudah berjalan baik selama ini.

"Kita (Australia) punya hubungan kelas satu dengan Indonesia... Kami tidak percaya kerja sama apapun yang kini sedang dijalankan Australia dan Indonesia akan terganggu," katanya dalam wawancaranya dengan Paul Bongiorno di acara "Meet the Press" Stasiun TV "Saluran 10", 13 September lalu.

Namun Menlu Smith kembali menegaskan perlunya kasus kematian lima wartawan Australia di Balibo tahun 1975 yang populer disebut "Balibo Five" ini ditangani secara hati-hati seperti halnya pada saat menangani isu-isu lain semacam hukuman mati yang berpotensi memunculkan perbedaan pandangan.

Untuk menghindari dampak yang tidak diinginkan terhadap hubungan kedua negara akibat kasus "Balibo Five" ini, Perdana Menteri Kevin Rudd telah pun menghubungi Presiden Yudhoyono 13 September lalu.

Sejak insiden yang menewaskan Greg Shackleton, Tony Stewart, Brian Peters, Malcolm Rennie, dan Gary Cunningham itu terjadi hampir 35 tahun lalu, nama Yunus Yosfiah terus terseret ke dalam pusaran masalah ini.

Mantan Menteri Penerangan semasa pemerintahan Presiden BJ Habibie( 1998-99) ini pun konsisten menolak semua tuduhan Australia itu.

*) My updated news for ANTARA on Sept 16, 2009

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity