Saturday, August 29, 2009

SUAMI-ISTRI MUSLIM MUTLAK PUNYA VISI KELUARGA

Pasangan pria dan wanita Muslim yang hendak membangun rumah tangga sakinah dituntut untuk terlebih dahulu menetapkan bersama dan memahami dengan benar satu visi keluarga yang mereka cita-citakan itu, kata Konsultan Keluarga Muslim, Cahyadi Takariawan, S.Si., Apt.

"Visi yang kuat itu akan membawa keluarga Anda menuju pulau harapan. Menjaga visi akan menghindarkan keluarga dari penyimpangan," katanya dalam ceramah Ramadannya tentang "Keluarga Sakinah Mawaddah wa Rahmah" di depan puluhan anggota Perhimpunan Komunitas Muslim Indonesia di Brisbane (IISB), Sabtu.

Pernikahan yang visioner itu menuntut motivasi yang kuat dari suami dan istri. Dengan begitu, keduanya senantiasa bersemangat untuk meraih cita-cita luhur mereka dalam membangun rumah tangga, katanya.

Konsultan keluarga yang akrab disapa Pak Cah dan sudah menghasilkan sedikitnya 30 judul buku, termasuk buku fenomenal "Bahagiakan (Diri) Dengan Satu Istri" ini mengatakan, visi keluarga merupakan gabungan dari visi suami dan istri yang mereka sepakati dan tuliskan bersama.

Sebagai contoh, Cahyadi mengatakan bahwa visi keluarganya adalah "menjadikan keluarga kami laboratorium peradaban masa depan." Dengan menuliskan visi keluarganya, suami-istri akan lebih mudah menghindarkan jalannya rumah tangga mereka dari penyimpangan, katanya.

Pasangan suami-istri yang sejak awal menikah sudah memiliki dan memahami visi keluarga yang hendak dibangun untuk mendapatkan ridho Ilahi akan dengan mudah menyelesaikan beragam masalah rumah tangga yang nilainya selalu tidak sebanding dengan nilai motivasi dan visi keluarga yang sudah mereka tetapkan bersama itu.

Menurut konsultan keluarga yang menamatkan pendidikan sarjana dan profesi apotekernya di Fakultas Farmasi UGM itu, pasangan yang visioner tidak akan terjebak dalam pertengkaran-pertengkaran yang dipicu oleh masalah-masalah seperti protes bau badan, tidur mendengkur, dan penampilan pasangan yang tak menarik.

Komunikasi dan musyawarah

"Yang penting dalam hubungan suami-istri itu adalah bangun komunikasi dan musyawarah," katanya.

Dalam membicarakan masalah yang muncul, suami-istri Muslim hendaknya menggunakan kalimat-kalimat positif dan apresiatif satu sama lain karena, dengan bahasa positif itu, keduanya dapat dengan mudah mencari solusi atas persoalan mereka, katanya.

"Tujuh puluh persen permasalahan rumah tangga itu disebabkan oleh kegagalan komunikasi. Kegagalan komunikasi ini bisa disebabkan oleh faktor kultural, pemahaman dan keterampilan," kata Cahyadi Takariawan.

Ia selanjutnya mengatakan, visi keluarga yang telah ditetapkan itu menuntut kerja sama yang baik dan solid dari suami dan istri karena sebuah keluarga sejatinya adalah "sebuah tim dengan suami sebagai kepala tim".

Sebagai sebuah tim, kerja sama yang memerlukan aturan dan kesepakatan itu dilakukan dengan sebaik mungkin. Namun dalam konteks ini, suami harus senantiasa memahami kewajibannya mencari nafkah keluarga dan membantu memperkuat potensi istrinya.

Dalam memaknai pekerjaan-pekerjaan dalam rumah tangga, seperti memasak dan mencuci, suami hendaknya memahami bahwa tidak ada satu pun perintah dalam Al Qur'an dan Hadist bahwa tugas domestik itu merupakan tanggangjawab istri semata. "Pekerjaan domestik bukan semata-mata tugas istri," katanya.

Masalah pekerjaan domestik itu diserahkan kepada kesepakatan suami dan istri sehingga komunikasi dan musyawarah sangat penting dalam hubungan suami-istri, katanya.

Seusai mengisi seminar keluarga itu, Cahyadi Takariawan bersama jamaah IISB berbuka puasa bersama di halaman Musholla UQ.

Selain mengisi pengajian dan konsultasi keluarga gratis bagi komunitas Muslim Indonesia di Brisbane, dalam safari Ramadan tiga minggunya di Australia yang disponsori Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), Cahyadi Takariawan juga akan mengunjungi masyarakat Muslim Indonesia di Adelaide, Melbourne, dan Sydney.

*) My news for ANTARA on Aug 29, 2009

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity