Saturday, August 15, 2009

PEMANASAN GLOBAL DORONG PERUBAHAN MODEL INDUSTRI PARIWISATA

Para pemangku kepentingan industri pariwisata dan wisatawan dunia perlu membantu upaya penyelamatan bumi dari ancaman pemanasan global dengan mendorong terjadinya perubahan besar di sejumlah masalah krusial kepariwisataan, seperti masa tinggal, destinasi pasar, dan transportasi.

"Pariwisata merupakan salah satu penyumbang signifikan terjadinya perubahan iklim. Kontribusi karbon (C02) per kapita sektor pariwisata sangat tinggi dibandingkan dengan rata-rata konsumsi energi dunia," kata Peneliti Masalah Pariwisata Universitas Lund Swedia, Stefan Gossling.

Karena itu, para pemangku industri pariwisata perlu memikirkan secara serius model-model bisnis yang dapat membantu efisiensi energi. Dalam hal ini, ada lima perubahan besar yang perlu dilakukan kalangan pelaku bisnis dan wisatawan, katanya.

Kelima perubahan besar itu terkait dengan masa tinggal, destinasi pasar, transportasi, pola pembelajaan uang, dan keuntungan, katanya dalam seminar akademik bertajuk "Masa Depan Pariwisata: Perspektif Perubahan Iklim" yang diiselenggarakan Sekolah Pariwisata Universitas Queensland di Brisbane, Jumat (14/8).

Menurut Gossling, kini para wisatawan perlu didorong untuk tinggal lebih lama dengan memilih daerah tujuan wisata yang berjarak lebih dekat dari kota/negara asal. Selain itu, mereka juga perlu didorong untuk memakai alat transportasi yang hemat energi.

Dalam membelanjakan uangnya, para wisatawan juga didorong untuk mengubah pola berbelanja dengan cara membeli produk-produk ramah lingkungan dan yang paling sedikit mengonsumsi energi, kata peneliti di Pusat Riset Pariwisata Berkelanjutan Lembaga Penelitian Norwegia ini.

Sekalipun dilihat dari persentase emisi gas Karbon Dioksida (C02) dunia yang berasal dari sektor pariwisata masih relatif kecil, yakni sekitar lima persen atau sekitar 1.307 juta ton (Mt) dari 26.400 juta ton buangan C02 dunia pada 2005, kecenderungannya ke depan akan semakin besar.

"Pertumbuhan industri pariwisata akan memberi kontribusi yang lebih besar terhadap C02 dunia hingga tahun 2060," katanya.

Untuk membantu upaya kolektif dunia menekan emisi C02 dunia, tiga sektor penting pariwisata yang patut diperhatikan adalah "makanan, akomodasi, dan transportasi, khususnya penerbangan", katanya.

Dalam masalah makanan misalnya, Gossling melihat pola "buffet" di hotel dan kebiasaan makan wisatawan yang masih berlebih-lebihan memberi sumbangan pada bertambahnya emisi C02 karena bisa saja aneka makanan yang disajikan pihak hotel itu berasal dari impor dan protein hewani, katanya.

Selain makanan, kontribusi alat transportasi, khususnya penerbangan, pada emisi C02 juga besar, katanya.

Sebagai ilustrasi, dari 1.307 Mt gas C02 yang dihasilkan sektor pariwisata dunia pada 2005, 40 persennya berasal dari angkutan udara (pesawat terbang), 32 persen (mobil), tiga persen (alat angkutan lainnya), 21 persen dari akomodasi (hotel, hostel, dll), serta empat persen dari kegiatan-kegiatan lain, katanya.

"Sebuah pesawat Boeing 747 yang terbang sepuluh ribu kilometer misalnya mnghabiskan 43 ribu galon avtur." Menurut Gossling, penerbangan masih akan tetap menjadi penyumbang terbesar emisi C02 hingga 2035, yakni sekitar 52 persen dari total sumbangan industri pariwisata pada emisi karbon global.

Perubahan perilaku wisatawan dalam memilih alat transportasi menjadi penting karena seseorang yang terbang dengan maskapai penerbangan komersial di kelas ekonomi akan jauh lebih kecil sumbangannya pada emisi C02 daripada seseorang yang terbang dengan pesawat jet pribadi, katanya.

Pada 2008, jumlah wisatawan yang melakukan kunjungan di seluruh dunia mencapai sedikitnya 922 juta orang. Total pendapatan dari industri pariwisata dunia ini mencapai 944 miliar dolar Amerika Serikat.

*) My updated news for ANTARA on Aug 15, 2009

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity