Tuesday, August 4, 2009

INDONESIA ANGGAP SARJANA ANU HANYA SETARA D-III

Para sarjana bidang bisnis (commerce) dan sains dari Universitas Nasional Australia (ANU), perguruan tinggi terbaik di Australia yang menduduki ranking 16 terbaik dunia, dianggap Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) RI hanya setara dengan lulusan diploma tiga (D-III) universitas-universitas di Indonesia.

Ijazah dua program sarjana (S1=undergraduate) ANU yang disetarakan pemerintah RI hanya dengan lulusan D-III di Indonesia itu terungkap dalam Daftar Program Sarjana Universitas di Australia versi Ditjen Dikti RI yang diperoleh ANTARA dari pengurus pusat Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA), Selasa.

Nasib lulusan ANU dari program studi "commerce" dan "sains" yang hanya disetarakan lulusan D-III di Indonesia itu juga dialami sedikitnya 33 perguruan tinggi lainnya di Australia, termasuk lima perguruan tinggi negara itu yang menurut "Times Higher Education" (2008) masuk daftar 50 universitas terbaik dunia.

Kelima perguruan tinggi yang tamatan beberapa program sarjananya dikategorikan Ditjen Dikti hanya setara dengan D-III di Indonesia itu adalah Universitas Sydney (37), Universitas Melbourne (38), Universitas Queensland (43), Universitas New South Wales (45), dan Universitas Monash (47).

Merujuk pada Peraturan Ditjen Dikti No.82 Tahun 2009 tentang Pedoman Penilaian Ijazah Lulusan Perguruan Tinggi Luar Negeri, ijazah dari empat program sarjana Universitas Sydney yang dianggap setara dengan D-III adalah "Bachelor of Commerce", "Bachelor of Economics", "Bachelor of Science" dan Bachelor of Nursing".

Nasib yang sama juga dialami Universitas Queensland untuk ijazah lulusan program sarjana bidang studi sains pertanian (Bachelor of Agricultural Science), seni (Bachelor of Arts), bioteknologi (Bachelor of Science), dan psikologi (Bachelor of Arts).

Menanggapi penyetaraan versi Ditjen Dikti RI ini, Ketua Umum Pengurus Pusat PPIA Periode 2008-2009, Mohamad Fahmi, memprotes kebijakan yang dinilainya sangat merugikan para mahasiswa program sarjana (undergraduate) Indonesia di Australia.

"Daftar penyetaraan Dikti ini tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kesetaraan dan cenderung asal-asalan," kata mahasiswa program doktor di Universitas La Trobe Melbourne itu dalam Laporan PPIA berjudul "Tanggapan dan Rekomendasi PPI Australia terhadap Pedoman Penilaian Ijazah Perguruan Tinggi di Australia" itu.

Kebijakan ini dikeluhkan banyak mahasiswa Indonesia di Australia, terutama mereka yang setelah lulus ingin bekerja di lembaga pemerintah dan non-pemerintah di dalam negeri yang mengharuskan penyetaraan ijazah oleh Dikti. Padahal di Australia, ijazah S1 sudah disetarakan berdasarkan standar "Australian Qualification Framework".

Kualitas lulusan tingkat sarjana yang ditempuh dalam durasi waktu tiga atau empat tahun di Australia itu sebenarnya tidak berbeda dengan tuntutan kualitas program sarjana di Indonesia seperti ditulis Kepmendiknas No. 232/u/2000 Pasal 3, katanya.

"Namun, penyetaraan Dikti menggunakan pukulan waktu empat tahun untuk program S1 mengabaikan ratifikasi Republik Indonesia pada 'Regional Convention on Recognition of Studies, Diplomas, and Degrees in Higher Education in Asia Pacific' di Bangkok, 16 Desember 1983," katanya.

PPIA merekomendasikan kepada Dikti agar menyetarakan semua program S1 di Australia yang memenuhi kriteria "Australian Qualification Framework" dengan S1 di Indonesia. Untuk itu, pihaknya mendesak Dikti agar menyisir ulang daftar penyetaraan yang sekarang digunakannya, kata Fahmi.

Hasil penelusuran PPIA mendapati adanya empat universitas non-Australia dimasukkan ke daftar universitas Australia, beberapa program S2 disetarakan dengan S3, beberapa program S3 disetarakan dengan S2, serta sejumlah kesalahan lainnya, kata dosen Universitas Padjadjaran ini.

"Rekomendasi PPI Australia ini mewakili suara lebih dari lima belas ribu orang pelajar Indonesia di Australia. Sepatutnya Dikti membuka mata dengan realitas ini. Untuk ke depan secepatnya dilakukan perbaikan dalam sistem penyetaraan ijasah pendidikan yg ada," katanya.

*) My news for ANTARA on Aug 4, 2009

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity