"'Excellent' (luar biasa bagus-red.)," kata Dubes Primo menanggapi pertanyaan Manajer Pusat Penahanan Imigrasi Darwin, Tracie Lawthorn, setelah meninjau berbagai fasilitas penahanan itu bersama tiga anggota delegasi KBRI Canberra, dan Konsul RI di Darwin Harbangan Napitupulu, Kamis sore.
Sebelum melihat langsung berbagai fasilitas di pusat penahanan yang berdiri sejak akhir 2005 itu, Tracie Lawthorn menjelaskan kepada Dubes dan rombongan tentang latar belakang sejarah, cakupan pelayanan, dan fasilitas yang dimiliki pusat penahanan khusus nelayan asing berkapasitas 600 orang itu.
Ia mengatakan, pihaknya menerima 1.250 orang tahanan nelayan asing antara 1 Juli 2007 dan 30 Juni 2008. Jumlah nelayan yang ditahan itu menurun tajam antara 1 Juli 2008 dan 30 April 2009. Sepanjang periode itu, pihaknya hanya menerima 171 orang tahanan nelayan asing.
"Sebanyak 143 orang adalah nelayan Indonesia dan selebihnya nelayan Thailand, Filipina, Papua New Guinea, dan China," katanya.
Bagi para tahanan yang berusia di bawah 18 tahun, mereka tidak dicampur dengan para nelayan dewasa melainkan ditempatkan di sebuah gedung akomodasi khusus di kompleks yang sama dengan berbagai fasilitas penunjang yang baik, termasuk komputer, televisi, dan perpustakaan kecil.
Pihaknya berupaya membantu meringankan beban psikologis para nelayan yang ditahan dengan memberi mereka kesempatan menelepon keluarga mereka pada saat tiba di pusat penahanan yang dilengkapi sekitar sepuluh komputer terkoneksi internet, karaoke, ruang musholla, dan TV siaran Indonesia itu.
Menurut Lawthorn, para nelayan yang baru pertama kali ditangkap umumnya ditahan paling lama 21 hari.
menyoroti kelambatan proses pengadilan sejumlah nelayan Indonesia yang tersangkut kasus penangkapan ikan secara ilegal di zona perikanan Australia sehingga mempersulit kehidupan keluarga mereka di Tanah Air.
Sebelumnya, dalam pertemuan dengan Hakim Kepala Negara Bagian Northern Territory (NT) Brian Martin Dubes Primo menyinggung masalah kelambanan proses pengadilan Australia yang berdampak buruk pada keluarga para nelayan yang ditahan.
"Proses pengadilan kasus penangkapan ikan ilegal yang dialami para nelayan Indonesia terkadang berjalan sangat panjang. Bagaimana mereka bisa menafkahi keluarga mereka (di Indonesia-red.)," katanya.
Menanggapi pernyataan Dubes Primo itu, Hakim Kepala NT, Brian Martin, mengatakan, masa proses pengadilan sebenarnya bisa diperpendek jika para nelayan itu segera menyatakan bersalah.
Dengan kondisi ini mereka bisa segera dipulangkan ke Indonesia. Sebaliknya, jika para nelayan mengaku tidak bersalah, proses pengadilan akan memakan waktu, katanya.
Dalam hubungan bilateral kedua negara, kasus penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran wilayah perairan utara Australia oleh para nelayan Indonesia menjadi salah satu masalah yang mewarnai dinamika hubungan disamping kasus penyelundupan manusia dalam sembilan tahun terakhir.
Sepanjang 2008, jumlah nelayan yang ditangkap dan ditahan di Darwin kurang dari 600 orang atau turun drastis dibandingkan jumlah tahun 2007 yang tercatat 980 orang.
Dubes Primo berada di Darwin dalam rangka kunjungan kerja pertamanya ke negara bagian Northern Territory sejak menempati pos barunya di Canberra Februari 2009.
Selama kunjungan empat harinya itu, Dubes Primo didampingi Minister Counselor Bidang Pensosbud KBRI Canberra Raudin Anwar, Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI, Dr.Aris Junaidi, dan Staf Fungsi Kekonsuleran KBRI Canberra Dani Eko Wibowo.
*) My news for ANTARA on July 16, 2009
No comments:
Post a Comment