Saturday, July 25, 2009

INDONESIA PUJI PUSAT PENAHANAN NELAYAN RI DI AUSTRALIA

Duta Besar RI untuk Australia dan Vanuatu Primo Alui Joelianto memuji kondisi fasilitas Pusat Penahanan (Detention Center) Imigrasi Darwin yang sejak 2005 menjadi tempat penahanan para nelayan Indonesia yang tersangkut kasus penangkapan ikan ilegal di perairan utara negara itu.

"'Excellent' (luar biasa bagus-red.)," kata Dubes Primo menanggapi pertanyaan Manajer Pusat Penahanan Imigrasi Darwin, Tracie Lawthorn, setelah meninjau berbagai fasilitas penahanan itu bersama tiga anggota delegasi KBRI Canberra, dan Konsul RI di Darwin Harbangan Napitupulu, Kamis sore.

Sebelum melihat langsung berbagai fasilitas di pusat penahanan yang berdiri sejak akhir 2005 itu, Tracie Lawthorn menjelaskan kepada Dubes dan rombongan tentang latar belakang sejarah, cakupan pelayanan, dan fasilitas yang dimiliki pusat penahanan khusus nelayan asing berkapasitas 600 orang itu.

Ia mengatakan, pihaknya menerima 1.250 orang tahanan nelayan asing antara 1 Juli 2007 dan 30 Juni 2008. Jumlah nelayan yang ditahan itu menurun tajam antara 1 Juli 2008 dan 30 April 2009. Sepanjang periode itu, pihaknya hanya menerima 171 orang tahanan nelayan asing.

"Sebanyak 143 orang adalah nelayan Indonesia dan selebihnya nelayan Thailand, Filipina, Papua New Guinea, dan China," katanya.

Bagi para tahanan yang berusia di bawah 18 tahun, mereka tidak dicampur dengan para nelayan dewasa melainkan ditempatkan di sebuah gedung akomodasi khusus di kompleks yang sama dengan berbagai fasilitas penunjang yang baik, termasuk komputer, televisi, dan perpustakaan kecil.

Pihaknya berupaya membantu meringankan beban psikologis para nelayan yang ditahan dengan memberi mereka kesempatan menelepon keluarga mereka pada saat tiba di pusat penahanan yang dilengkapi sekitar sepuluh komputer terkoneksi internet, karaoke, ruang musholla, dan TV siaran Indonesia itu.

Menurut Lawthorn, para nelayan yang baru pertama kali ditangkap umumnya ditahan paling lama 21 hari.

menyoroti kelambatan proses pengadilan sejumlah nelayan Indonesia yang tersangkut kasus penangkapan ikan secara ilegal di zona perikanan Australia sehingga mempersulit kehidupan keluarga mereka di Tanah Air.

Sebelumnya, dalam pertemuan dengan Hakim Kepala Negara Bagian Northern Territory (NT) Brian Martin Dubes Primo menyinggung masalah kelambanan proses pengadilan Australia yang berdampak buruk pada keluarga para nelayan yang ditahan.

"Proses pengadilan kasus penangkapan ikan ilegal yang dialami para nelayan Indonesia terkadang berjalan sangat panjang. Bagaimana mereka bisa menafkahi keluarga mereka (di Indonesia-red.)," katanya.

Menanggapi pernyataan Dubes Primo itu, Hakim Kepala NT, Brian Martin, mengatakan, masa proses pengadilan sebenarnya bisa diperpendek jika para nelayan itu segera menyatakan bersalah.

Dengan kondisi ini mereka bisa segera dipulangkan ke Indonesia. Sebaliknya, jika para nelayan mengaku tidak bersalah, proses pengadilan akan memakan waktu, katanya.

Dalam hubungan bilateral kedua negara, kasus penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran wilayah perairan utara Australia oleh para nelayan Indonesia menjadi salah satu masalah yang mewarnai dinamika hubungan disamping kasus penyelundupan manusia dalam sembilan tahun terakhir.

Sepanjang 2008, jumlah nelayan yang ditangkap dan ditahan di Darwin kurang dari 600 orang atau turun drastis dibandingkan jumlah tahun 2007 yang tercatat 980 orang.

Dubes Primo berada di Darwin dalam rangka kunjungan kerja pertamanya ke negara bagian Northern Territory sejak menempati pos barunya di Canberra Februari 2009.

Selama kunjungan empat harinya itu, Dubes Primo didampingi Minister Counselor Bidang Pensosbud KBRI Canberra Raudin Anwar, Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI, Dr.Aris Junaidi, dan Staf Fungsi Kekonsuleran KBRI Canberra Dani Eko Wibowo.

Konsul RI di Darwin Harbangan Napitupulu turut mendampingi Dubes Primo dan rombongan KBRI Canberra selama kunjungan kerjanya yang dijadwalkan berakhir Sabtu (18/7) itu.

*) My news for ANTARA on July 16, 2009

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity