Friday, July 31, 2009

INDONESIA MASIH DIJAJAH KORUPTOR

Pemberantasan korupsi sudah berlangsung sejak 1957 namun bangsa Indonesia masih belum mampu membebaskan dirinya dari cengkraman para koruptor, kata Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sugiarto.

"Secara substansial Indonesia masih dijajah korupsi," katanya di depan puluhan mahasiswa Indonesia yang mengikuti pemaparannya bertajuk "Gratifikasi dan Peran KPK dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia" yang berlangsung di kampus Universitas Queensland (UQ) Brisbane, Kamis malam (30/7).

Kondisi Indonesia yang belum lepas dari cengkraman para koruptor itu didukung oleh hasil survei lembaga-lembaga kredibel dunia, seperti "Transparency International", dan "Global Competitiveness Index".

Menurut Sugiarto, tindak kejahatan korupsi tidak hanya bersinggungan dengan "orang-orang jahat" sebagai pelaku tetapi juga dengan "sistim yang buruk". Dalam kasus Indonesia, kedua faktor ini masih ditemukan.

Berbagai bentuk aksi korupsi dapat ditemui di Indonesia. Di antaranya adalah penyimpangan prosedur, "mark-up" (menaikkan harga-red.), perbuatan curang, gratifikasi, penggelapan, pemalsuan dan pemerasan.

Sejak dibentuk 2003, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menjalankan fungsi koordinasi, supervisi, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pencegahan tindak pidana korupsi secara profesional, katanya.

Dalam melakukan kerjanya, KPK menerima pengaduan masyarakat. Pada 2004-2009, pihaknya menerima sebanyak 34.080 pengaduan. Dari jumlah itu, KPK menganalisa 33.804 pengaduan namun hanya sebagian dari pengaduan-pengaduan tersebut yang mengandung "unsur korupsi", kata Sugiarto.

Aksi korupsi oknum pejabat negara sering terjadi akibat kebiasaan menerima gratifikasi atau pemberian hadiah pihak lain, katanya.

Sejak pembentukannya, KPK sudah berhasil menangani berbagai kasus korupsi senilai lebih dari satu miliar rupiah yang dilakukan puluhan orang, termasuk tiga orang duta besar, dua orang pejabat konsulat jenderal (Konjen) RI, dan seorang mantan Kapolri.

Selain duta besar, pejabat Konjen RI, dan mantan Kapolri, para pejabat publik yang terlibat kasus korupsi dan berhasil dijaring KPK adalah tujuh anggota DPR-RI, dua menteri dan pejabat setingkat menteri, lima gubernur, serta satu gubernur dan empat deputi gubernur BI.

Seterusnya ada pula delapan orang walikota/bupati, enam anggota KPU, Komisi Yudisial, dan Komisi Persaingan Usaha, dua orang hakim senior dan dua orang jaksa, seorang penyelidik senior KPK, sejumlah pejabat eselon satu dan dua, serta banyak kalangan swasta yang terlibat kasus korupsi, katanya.

"KPK bekerja berdasarkan data dan fakta," katanya. Dengan merujuk pada data dan fakta sebagai basis kerja KPK tersebut, Sugiarto mengatakan, pihaknya menangani berbagai kasus korupsi tanpa pandang bulu.

Untuk menekan tindak pidana korupsi di Indonesia, ia mengatakan, budaya malu melakukan korupsi perlu ditumbuhkembangkan oleh setiap warga negara. "Budaya malu perlu dikembangkan mulai dari diri kita sendiri. Rasa malu inilah yang mengendalikan diri kita untuk tidak berbuat aniaya," katanya.

Sugiarto berada di Brisbane bersama Andreas Budi Sampurno, staf fungsi gratifikasi KPK lainnya untuk menghadiri konferensi anti-korupsi di Brisbane.

Dalam acara di UQ yang didukung pengurus Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA) Cabang Queensland itu, Sugiarto dan Budi didampingi dua diplomat senior dari KBRI Canberra dan KJRI Sydney, Dubito Simamora dan Pratito Soeharyo.

*) My updated news for ANTARA on July 31, 2009

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity