Ledakan di atas perahu penyelundup manusia yang menewaskan lima orang dan melukai sedikitnya 31 orang penumpangnya 16 April lalu adalah sebuah "kecelakaan" setelah beberapa orang pencari suaka menyiramkan bahan bakar ke dek perahu mereka untuk menekan Angkatan Laut Australia.Serpihan "fakta" di seputar peristiwa ledakan di perahu pengangkut pencari suaka ilegal itu disampaikan beberapa orang pejabat senior pemerintah Australia yang mau "buka mulut" kepada ABC, Minggu.
Penyiraman bahan bakar ke dek kapal kayu itu, kata mereka, semata-mata dimaksudkan untuk menekan pihak AL Australia agar mengizinkan mereka mencapai daratan negara itu dan tidak menghalau perahu mereka balik ke perairan Indonesia.
Hingga Minggu, pemerintah Australia belum mengeluarkan penjelasan resmi mengenai sebab-musabab terjadinya ledakan di perahu berpenumpang 47 orang pencari suaka asal Afghanistan dan dua awak buah kapal itu karena pihak kepolisian federal belum selesai melakukan investigasi.
Dalam empat hari terakhir ini, media cetak dan elektronika Australia terus menyoroti isu penyelundupan manusia menyusul terjadinya insiden "ledakan" 16 April pagi itu. Para korban ledakan yang menderita luka bakar serius kini dirawat di rumah sakit di Darwin, Brisbane, dan Perth.
Menurut informasi yang dihimpun Konsulat RI Darwin, di antara para korban luka bakar itu terdapat dua warga negara Indonesia, yakni Beni asal Bone (Sulawesi Selatan) dan Tahir M asal Muncar, Banyuwangi (Jawa Timur).
Perahu pengangkut 47 pencari suaka ini ditangkap kapal perang Australia, HMAS Albany, sekitar dua mil dari Pulau Karang Ashmore pada 14 April namun peristiwa "ledakan" terjadi ketika HMAS Albany memandu perahu itu menuju Pulau Christmas, Australia Barat.
Kapal kayu ini merupakan kapal pengangkut migran gelap keenam yang ditangkap di perairan Australia. Pada 8 April lalu, sebuah kapal berpenumpang 45 orang warga asing juga tiba di Pulau Christmas.
Maraknya kedatangan perahu-perahu pengangkut pencari suaka ke perairan Australia sejak September 2008 itu kembali memicu perdebatan sengit antara kubu pemerintah dan oposisi di seputar kinerja pemerintah dalam pengamanan perairannya dan soal kebijakan pemerintah tentang penanganan para pencari suaka ilegal.
Kebijakan dan faktor global
Kubu oposisi menuding kebijakan pemerintah yang lemah sebagai akar masalah namun Perdana Menteri Kevin Rudd justru melihat "faktor-faktor keamanan global" sebagai pendorong munculnya kasus-kasus baru para pencari suaka ke Australia.
Di era pemerintahan PM John Howard, Australia menerapkan kebijakan "Solusi Pasifik", yakni para pencari suaka yang tertangkap di perairan negara itu dikirim ke Nauru.
Kebijakan ini kemudian dihapus pemerintahan PM Rudd dengan sepenuhnya memberdayakan keberadaan pusat penahanan imigrasi di Pulau Christmas.
Dalam banyak kasus kedatangan perahu-perahu penyelundup manusia ke Australia sejak September 2008, belasan orang Indonesia terlibat.
Konsul Fungsi Pensosbud Konsulat RI di Perth Ricky Suhendar, mengatakan kepada ANTARA baru-baru ini, setidaknya sudah ada 15 WNI yang ditahan dan diadili dalam kasus penyelundupan manusia di Australia Barat.
Ke-15 orang itu umumnya berasal dari Kawasan Timur Indonesia, seperti Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Selatan (Sumsel).
Tiga di antaranya sudah divonis Pengadilan Negeri Australia Barat, yakni Abdul Hamid (enam tahun penjara), Amos Ndolo (lima tahun penjara), dan Man Pombili (enam tahun penjara dengan minimum tiga tahun tanpa pembebasan bersyarat).
Dalam menahan laju kedatangan perahu-perahu penyelundup pencari suaka ilegal yang semakin marak ke perairannya sejak September 2008, Indonesia menjadi tumpuan harapan Australia.
Untuk itu, seperti dilaporkan stasiun TV "Saluran Tujuh" dan "Saluran Sembilan", pemerintah Australia telah pun menawarkan bantuan "jutaan dolar" kepada Indonesia untuk memperkuat kemampuan survelensi dan pengamanan wilayahnya.
"Pemerintah Australia menawarkan bantuan jutaan dolar (Australia-red.) kepada Indonesia," sebut Stasiun TV "Channel Seven" dalam buletin berita Minggu paginya.
Dalam menangani aksi kejahatan trans-nasional ini, sejak lebih dari enam tahu terakhir, pemerintah Australia bekerja sama dengan Indonesia dan negara-negara mitra di kawasan Asia Pasifik melalui forum "Bali Process".
Forum pertemuan tingkat menteri dari 42 negara itu merupakan inisiatif bersama Australia dan Indonesia untuk memperkuat komitmen bersama negara asal, negara transit dan negara tujuan terhadap penanganan aksi-aksi kejahatan penyelundupan manusia dan perdagangan orang.
*) My updated news for ANTARA on April 19, 2009

No comments:
Post a Comment