Saturday, April 18, 2009

INDONESIA TUMPUAN AUSTRALIA TAHAN "SERBUAN" PENCARI SUAKA

Indonesia menjadi tumpuan harapan Australia dalam menahan laju kedatangan perahu-perahu penyelundup pencari suaka ilegal yang semakin marak ke perairannya sejak September 2008.

Berkaitan dengan upaya menumpas aksi penyelundupan pencari suaka itu, pemerintah Australia menawarkan bantuan "jutaan dolar" kepada Indonesia untuk memperkuat kemampuan survelensi dan pengamanan wilayah, demikian laporan stasiun TV "Saluran Tujuh" dan "Saluran Sembilan" Australia, Minggu.

"Pemerintah Australia menawarkan bantuan jutaan dolar (Australia-red.) kepada Indonesia," sebut Stasiun TV "Channel Seven" dalam buletin berita Minggu paginya.

Dalam empat hari terakhir ini, media cetak dan elektronika Australia terus menyoroti isu penyelundupan manusia menyusul terjadinya insiden "ledakan" di atas perahu berawak dua orang dan berpenumpang 47 orang pencari suaka asal Afghanistan 16 April pagi.

Ledakan yang sebab-musababnya masih dalam investigasi otoritas terkait Australia itu dilaporkan menewaskan tiga orang, menyebabkan dua orang hilang, dan melukai sedikitnya 31 orang. Para korban yang mengalami luka bakar serius kini dirawat di rumah sakit di Darwin, Brisbane, dan Perth.

Menurut informasi yang dihimpun Konsulat RI Darwin, di antara para korban luka bakar itu terdapat dua warga negara Indonesia, yakni Beni asal Bone (Sulawesi Selatan) dan Tahir M asal Muncar, Banyuwangi (Jawa Timur).

Perahu pengangkut 47 pencari suaka ini ditangkap kapal perang Australia, HMAS Albany, sekitar dua mil dari Pulau Karang Ashmore pada 14 April namun dan peristiwa "ledakan" terjadi ketika HMAS Albany memandu perahu itu menuju Pulau Christmas, Australia Barat, Kamis pagi (16/4).

Kapal kayu ini merupakan kapal pengangkut migran gelap keenam yang ditangkap di perairan Australia. Pada 8 April lalu, sebuah kapal berpenumpang 45 orang warga asing juga tiba di Pulau Christmas.

Maraknya kedatangan perahu-perahu pengangkut pencari suaka ke perairan Australia sejak September 2008 itu kembali memicu perdebatan sengit antara kubu pemerintah dan oposisi di seputar kinerja pemerintah dalam pengamanan perairannya dan soal kebijakan pemerintah tentang penanganan para pencari suaka ilegal.

Kebijakan dan faktor global

Kubu oposisi menuding kebijakan pemerintah yang lemah sebagai akar masalah namun Perdana Menteri Kevin Rudd justru melihat "faktor-faktor keamanan global" sebagai pendorong munculnya kasus-kasus baru para pencari suaka ke Australia.

Di era pemerintahan PM John Howard, Australia menerapkan kebijakan "Solusi Pasifik", yakni para pencari suaka yang tertangkap di perairan negara itu dikirim ke Nauru.

Kebijakan ini kemudian dihapus pemerintahan PM Rudd dengan sepenuhnya memberdayakan keberadaan pusat penahanan imigrasi di Pulau Christmas.

Dalam banyak kasus kedatangan perahu-perahu penyelundup manusia ke Australia sejak September 2008, belasan orang Indonesia terlibat.

Konsul Fungsi Pensosbud Konsulat RI di Perth Ricky Suhendar, mengatakan kepada ANTARA baru-baru ini, setidaknya sudah ada 15 WNI yang ditahan dan diadili dalam kasus penyelundupan manusia di Australia Barat.

Mereka adalah Abdul Hamid (35), Man Pombili (31), Arman, Arsil, Abdul Hamid Daeng Siga, Yantonce, Ibrahim Ferdy, Laode Tasri, Mimuk, Sumarto, Ade Haydar, Amos Ndolo (58), Ali Topan Samsir, Muchlas Ahmad dan Hamirudin.

Ke-15 orang itu umumnya berasal dari Kawasan Timur Indonesia, seperti Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Selatan (Sumsel).

Tiga di antaranya sudah divonis Pengadilan Negeri Australia Barat, yakni Abdul Hamid (enam tahun penjara), Amos Ndolo (lima tahun penjara), dan Man Pombili (enam tahun penjara dengan minimum tiga tahun tanpa pembebasan bersyarat).

Dalam menangani aksi kejahatan penyelundupan manusia dan migran gelap, pemerintah Australia bekerja sama dengan negara-negara mitra di kawasan Asia Pasifik melalui forum "Bali Process" beranggotakan 42 negara.

Forum pertemuan tingkat menteri "Bali Process" merupakan inisiatif bersama Australia dan Indonesia untuk memperkuat komitmen bersama negara asal, negara transit dan negara tujuan terhadap penanganan aksi-aksi kejahatan penyelundupan manusia dan perdagangan orang.

Pada 17 April lalu, Kepolisian Resor Cilegon menangkap 68 warga Afganistan di Vila Tri Murti, Anyer, karena memasuki wilayah Indonesia secara ilegal.

*) My news for ANTARA on April 19, 2009

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity