Monday, March 9, 2009

WNI YANG MENINGGAL DI SYDNEY HANYA PUNYA 50 DOLAR

Tonni Musa Sirait, warga negara Indonesia yang merantau ke Sydney sejak 1994 dengan hanya berbekal visa kunjungan tiga bulan, tidak memiliki barang berharga apapun selain uang tunai senilai 50 dolar Australia sebelum meninggal di tempat kerjanya pada 22 Februari lalu.

"Mendiang Tonni hanya punya uang tunai 50 dolar (sekitar 400 ribu rupiah-red.). Dia tidak meninggalkan barang berharga dan tabungan apapun," kata Sekretaris I/Konsul Fungsi Kekonsuleran KJRI Sydney, Edy Wardoyo, kepada ANTARA yang menghubunginya dari Brisbane, Senin.

Edy mengatkan, ia sudah bisa berhubungan dengan Marwahab Sirait, kakak Tonni Musa Sirait yang tinggal di daerah Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, setelah pihak keluarga mengetahui kabar musibah yang menimpa pemuda kelahiran 17 Juni 1965 ini dari berita media di Tanah Air.

Dari pertemuan dengan polisi negara bagian New South Wales (NSW) yang menangani kasus meninggalnya Tonni, pihaknya mengetahui bahwa mendiang Tonni Musa Sirait alias Tonni Alexander tidak meninggalkan barang-barang berharga dan tabungan apapun, katanya.

"Ada beberapa barang milik mendiang yang kini ada di tangan kita (KJRI Sydney-red.), yakni HP Nokia model lama, buku alamat, paspor, KTP, dan kartu mahasiswa yang sudah tidak berlaku," katanya.

Kabar meninggalnya Tonni baru diketahui pihak Konsulat Jenderal RI (KJRI) Sydney pada 6 Maret karena polisi NSW terlambat memberitahu KJRI, katanya.

Sejak meninggal, jenazah Tonni Musa Sirait alias Tonni Alexander ini disimpan di kamar mayat "Koroner" Sydney karena belum ada pihak keluarganya yang datang.

Berdasarkan keterangan polisi NSW, tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan di tubuh pemuda yang pernah kuliah di jurusan Sastra Jepang Universitas Dharma Persada Jakarta (1993) dan tinggal di daerah Palmeriam, Matraman, Jakarta Timur ini, katanya.

Pihak kepolisian NSW memberi waktu enam bulan kepada pihak keluarganya di Tanah Air untuk mengklaim jenazah Tonni. Jika tidak ada pihak keluarga yang mengklaim, otoritas terkait Australia akan menangani sendiri jenazah bersangkutan, katanya.

Dari peristiwa Tonni Musa Sirait ini, Edy berpesan kepada seluruh WNI yang berkunjung dan apalagi berdomisili untuk masa waktu yang panjang agar melapor diri segera setelah tiba guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kehilangan paspor, sakit, dan meninggal dunia.

*) My updated news for ANTARA on March 9, 2009

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity