Tuesday, March 17, 2009

EMPATI WNI DAN WN AUSTRALIA UNTUK MENDIANG TONNI SIRAIT

Masyarakat Batak yang tergabung dalam "Bona Pasogit" Sydney mengumpulkan sumbangan senilai seribu dolar Australia (sekitar Rp7,5 juta) untuk meringankan beban keluarga mendiang Tonni Musa Sirait, perantau asal Toba Samosir yang meninggal dunia di tempat kerjanya 22 Februari lalu.

"Pak Gorlap Simanjuntak, pimpinan Bona Pasogit Sydney, sudah mengabarkan kepada saya bahwa dana sumbangan sebesar seribu dolar itu akan dikirim ke pihak keluarga di Jakarta. ," kata Sekretaris I/Konsul Fungsi Kekonsuleran KJRI Sydney, Edy Wardoyo, kepada ANTARA, Selasa.

Pihaknya berharap sumbangan itu dapat meringankan biaya pengiriman jenazah Tonni dari Jakarta ke Medan hingga Toba Samosir, katanya.

Ungkapan empati kepada mendiang Tonni tidak hanya ditunjukkan oleh komunitas Batak di Sydney tetapi juga oleh manajer dan pelanggan Restoran Vamps tempatnya bekerja hingga akhir hayatnya.

Edy mengatakan, mendiang Tonni dikenal majikannya sebagai seorang pekerja yang baik dan dekat dengan banyak pelanggan restoran tempatnya bekerja. "Menurut manajer restoran, banyak sekali pelanggan merasa kehilangan Tonni dan terkejut mendengar kabar meninggalnya Tonni Alexander."
Mereka menunjukkan empatinya dengan mengirim bunga ke restoran dimana Tonni terakhir bekerja, katanya mengutip pengakuan manajer restoran Vamps.

"Selain dikenal ramah, Tonni yang kerap dipanggil Tonni Alexander ini juga disenangi karena dia pandai berbahasa Jepang. Manajer Restoran Vamps mengatakan, pihaknya mau mengumpulkan sedikit uang sebagai ungkapan solidaritas dan rasa kehilangan," katanya.

Di mata pemilik apartemen tempatnya menyewa, Tonni Musa Sirait juga dianggap orang Indonesia yang berprilaku baik, katanya.

Mengenai sebab-sebab kematian Tonni, Edy mengatakan, Pengadilan Koroner Sydney belum bisa memastikan sebab-sebab kematiannya namun kesimpulan utama pihak medis adalah "tidak ada tanda kekerasan dan tidak pula ditemukan sakit menularseperti TBC, cacar, dan antraks."
"Kemungkinan besar mendiang Tonni meninggal karena serangan jantung tapi pihak Pengadilan Koroner memerlukan waktu lama untuk bisa memastikan penyebab meninggalnya," kata Edy.

Sementara itu, jenazah Tonni akan diterbangkan dengan pesawat Garuda (GA-715) dari Sydney ke Jakarta, Rabu (18/3). "Insya Allah jenazahnya tiba di Jakarta Rabu sore," katanya.

Berdasarkan hasil pembicaraannya dengan pihak keluarga, jenazah Tonni akan langsung diterbangkan dari Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta ke Bandara Polonia Medan untuk kemudian dibawa dengan mobil ke kampung halaman mendiang di Toba Samosir untuk dimakamkan, katanya.

"Kami sudah berhubungan dengan pihak keluarga tentang pengaturan pengiriman jenazah dari Sydney-Jakarta-Medan dan Toba Samosir," katanya.

Jenazah perantau asal Toba Samosir yang telah bermukim di Australia sejak 1994 dengan hanya berbekal visa berkunjung tiga bulan itu sempat bersemayam di kamar mayar Pengadilan Koroner Sydney selama dua pekan. Namun jenazahnya akhirnya dapat dipulangkan setelah terkumpul biaya pengurusan dan pengiriman jenazah.

Edy mengatakan, total dana yang dibutuhkan sebesar 3.000 dolar Australia untuk ongkos "funeral service" (perusahaan pelayanan pemakaman-red.) dan 1.000 dolar untuk membiayai pengiriman jenazah (kargo).

Pemuda Tapanuli Utara kelahiran 17 Juni 1965 ini meninggal di tempat kerjanya 22 Februari namun polisi negara bagian New South Wales (NSW) baru memberitahu KJRI Sydney 6 Maret lalu.

Hingga akhir hayatnya, Tonni Musa Sirait bekerja apa saja untuk bisa bertahan hidup, termasuk menjadi pelayan honorer di sejumlah restoran dan kafe di kawasan Paddington.

Selama 15 tahun merantau itu, Tonni tidak memiliki barang-barang berharga apapun kecuali uang tunai senilai 50 dolar Australia yang ditemukan polisi di saku celananya, kata Edy.

*) My news for ANTARA on March 17, 2009

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity