Thursday, November 27, 2008

MENYEMAI "PERSAUDARAAN INDONESIA-AUSTRALIA" DI ALICE SPRINGS

Oleh Rahmad Nasution

Terbatasnya jumlah warga negara Indonesia (WNI) di Alice Springs, Australia Tengah, tidak menghalangi tekad belasan orang WNI di sana untuk memiliki organisasi kemasyarakatan yang akan mendukung "diplomasi total" Indonesia di kota terbesar kedua di negara bagian Northern Territory (NT) itu.

Organisasi yang kini digerakkan sekitar 15 orang WNI di daerah yang masuk wilayah kerja Konsulat RI Darwin itu bernama "Central Australia Indonesian Centre (CAIC)".

Kehadiran organisasi yang diketuai Ni Wayan Darmini, guru bahasa Indonesia di enam sekolah dasar dan dua sekolah menengah atas di Alice Springs, itu diresmikan Konsul RI Darwin Harbangan Napitupulu dalam sebuah acara di Alice Springs 21 November malam.

Sekitar 25 hari sebelum acara peresmian yang dihadiri puluhan warga Indonesia dan Australia yang menjadi "sahabat Indonesia" itu dilangsungkan, CAIC sudah disahkan oleh Departemen Kehakiman NT pada 26 Agustus.

Konsul RI Darwin Harbangan Napitupulu menyambut hangat kehadiran organisasi kemasyarakatan ini dan berharap para pengurus dapat segera mengambil langkah-langkah konkrit guna menggerakkan roda organisasi sehingga eksistensinya dapat dirasakan oleh masyarakat Alice Springs.

Ia mengatakan, konsulat akan mendukung kegiatan-kegiatan konstruktif CAIC dalam ikut membantu upaya memperkuat hubungan bilateral Indonesia dan Australia, khususnya di tingkat rakyat.

"Kita harapkan akan banyak kegiatan yang bisa dilakukan, termasuk membuka restoran Indonesia di Alice Springs," katanya.

Janji untuk memberikan dukungan konkrit pada kegiatan-kegiatan CAIC itu juga disampaikan Manajer Umum Garuda Indonesia untuk Darwin (NT) dan Brisbane, Syahrul Tahir.

Ia mengatakan, pihaknya ingin menggandeng pengelola galeri seni dan pengusaha Alice Springs untuk menyelenggarakan pameran seni rakyat pribumi Australia dan Indonesia. Dalam hal ini, CAIC bisa ikut mendukung upaya pengembangan kerja sama antara Alice Springs dan Indonesia, katanya.

Kehadiran CAIC di daerah yang menjadi salah satu kantong utama masyarakat Aborigin di Australia Utara itu tidak dapat dilepaskan dari sosok Ni Wayan Darmini.

"persaudaraan Indonesia-Australia"

Bersama suaminya, Gede Ragia, yang duduk sebagai bendahara CAIC, Nila Osborn (wakil ketua) dan Wisnu Katim Lim (sekretaris), ibu dua anak asal Bali ini menggerakkan roda organisasi yang menempatkan "persaudaraan Indonesia-Australia" sebagai misi utamanya.

Di depan acara peresmian yang dihadiri beberapa keluarga Australia yang bersimpati pada Indonesia, seperti keluarga Goldring, Marlyn-Allan, dan Adrian McVeigh, itu, Darmini memaparkan rencana kegiatan organisasi yang dipimpinnya untuk setahun mendatang.

Perempuan Bali yang sudah tinggal di Alice Springs bersama suami dan anak-anaknya sekitar enam tahun itu menempatkan pengajaran tari Nusantara, seni lukis Bali, seni membatik dan pengajaran bahasa Indonesia sebagai "jantung" kegiatan organisasi.

"Kegiatan mengajar seni lukis Bali dan tari gratis gratis bagi anak-anak yang tidak mengambil pelajaran bahasa Indonesia di sekolah. Mereka yang ikut program ini akan tampil di acara-acara tahunan (Alice Springs). Kita juga akan buat lomba pidato bahasa Indonesia," katanya.

Untuk mempererat tali kekeluargaan antarwarga Indonesia dan "sahabat Indonesia" yang mendukung CAIC, pihaknya juga menggelar kegiatan "arisan". "Semua kegiatan CAIC sementara dilakukan di rumah saya," katanya.

Darmini optimis bahwa berbagai rencana kegiatan yang telah dirumuskan organisasinya dapat dijalankan karena ia pribadi selama ini memang menyukai seni budaya Nusantara, khususnya Bali.

"Saat ini saya sudah punya aset pribadi berupa 15 stel pakaian tari Bali untuk wanita, 15 stel pakaian tari Bali untuk pria, dan satu set gamelan Bali," katanya.

Di tengah keterbatasan yang ada, Darmini mengatakan, pihaknya akan berupaya sebaik mungkin untuk menghadirkan Indonesia di hati masyarakat Australia di Alice Springs.

Apa yang dilakukan belasan WNI di Alice Springs melalui CAIC itu merupakan bagian dari sumbangsih mereka pada "diplomasi total" Indonesia untuk membangun pemahaman publik Australia yang lebih baik dan proporsional tentang Indonesia yang demokratis.

Seperti pernah diingatkan Duta Besar RI untuk Australia dan Vanuatu, TM Hamzah Thayeb dalam beberapa kesempatan, selama menetap di Australia, semua WNI adalah juga "diplomat" Indonesia di komunitas mereka sendiri.

*) My news article for ANTARA on Nov 27, 2008

1 comment:

Rima said...

Hi Pak Nasution! great post! by the way, how can I get Ibu Darmini's contact address? I was one of her students from Bali. We havent met since I was graduated from High School. She's so amazing!her subject (English) was my fav subject at school.Thanks!

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity