Oleh Rahmad Nasution
Pangeran Charles dari Inggris telah kembali ke negerinya. Pemilu Amerika Serikat yang berakhir dengan kemenangan bersejarah Barack Obama pun telah terlaksana pada 4 November lalu, namun eksekusi Amrozi cs tetap menjadi misteri.
Bagi media televisi di
Di tengah ketidakpastian yang berlanjut itu, ada satu hal yang sudah pasti, yakni sikap pemerintah
Sikap pemerintah federal
Dalam masalah eksekusi Amrozi cs, Menteri Luar Negeri Australia Stephen Smith menegaskan sikap
Ia membantah bahwa Pemerintah
"Jika ada warga negara
Di mata Perdana Menteri Kevin Rudd, Amrozi cs tidak lebih dari para "pembunuh" dan dampak dari serangan mereka di Bali enam tahun lalu terhadap para keluarga korban membuat "hatinya menangis", kata Rudd dalam satu pernyataannya baru-baru ini.
Ketidaktegasan pemerintah yang bahkan cenderung membiarkan ketiga pelaku Bom Bali 2002 dieksekusi regu tembak Polri itu dikritik sejumlah media negara itu.
Media Australia itu menyuarakan keprihatinan kalangan pengacara dan akademisi
Suratkabar "The Australian" (31/10) mengutip Colin McDonald QC, pengacara Scott Rush mengatakan, sikap pemerintah menyulitkan upaya penyelamatan nyawa tiga warga Australia yang terancam hukuman mati dalam kasus penyelundupan 11,25 kilogram heroin di Bali 17 April 2005.
Scott Rush adalah salah satu dari sembilan pemuda
Menurut McDonald, pemerintah Australia sepatutnya menyampaikan sinyal penolakan dan kutukannya pada hukuman mati Amrozi, Ali Ghufron dan Imam Samudera atau sikap ambilavensi Canberra ini justru menyulitkan upaya penyelamatan nyawa Scott Rush dkk di masa mendatang.
Negasi sikap dasar
Sebenarnya penolakan pada hukuman mati adalah sikap dasar Partai Buruh Australia (ALP) sebagaimana disampaikan mantan menteri luar negeri bayangan ALP, Robert McClelland, Oktober 2007.
Senada dengan pandangan Colin McDonald, Julian McMahon, pengacara yang pernah membela warga Australia keturunan Vietnam Van Nguyen (25) yang dihukum gantung di Singapura dalam kasus narkoba tahun 2005, juga menyuarakan hal yang sama.
Hukuman terhadap ketiga pelaku serangam Bom Bali 2002 itu, menurut McMahon, sebaiknya lebih manusiawi, sesuai dengan kewajiban hukum Australia dan kebijakan tertulis negara, bukan "mata dibayar dengan mata".
Ia khawatir kegagalan pemerintah bersikap konsisten pada penolakan hukuman mati ini akan mendorong media di Asia menuduh Australia "munafik" dan mempertanyakan aturan Australia yang berbeda dalam menyikapi eksekusi bagi warganya dan warga negara asing di luar negeri.
Kekhawatiran pada implikasi dari sikap ambivalen Pemerintah
Di kalangan publik
Menurut Indonesianis Universitas Nasional Australia (ANU), George Quinn, masyarakat di negaranya terbelah ke dalam dua kelompok besar.
Bagi kelompok pertama, hukuman mati merupakan perbuatan yang tak berprikemanusiaan dan melanggar hak asasi manusia terlepas dari aksi berdarah Amrozi cs enam tahun lalu.
Namun ia pribadi masuk ke dalam kelompok masyarakat yang pro-eksekusi terhadap ketiga pelaku sebagai konsekuensi atas aksi mereka enam tahun lalu.
Ketegasan pemerintah dan otoritas hukum
Di antara mereka yang vokal mengampanyekan penghentian hukuman mati bagi ketiga terpindana kasus Bom Bali 2002 ini adalah kalangan gereja Katolik dan Anglikan.
Uskup Wilayah Utara dan Barat Keuskupan Anglikan Melbourne, Philip Huggins dan Peter Arndt dari Komisi Keadilan dan Perdamaian Katolik Keuskupan Agung Brisbane adalah dua di antara kalangan agamawan yang bahkan menyurati KBRI Canberra.
Seperti dikatakan Sekretaris III Fungsi Penerangan KBRI Canberra, Basriana Basrul, keduanya meminta pemerintah RI menghentikan rencana eksekusi tersebut.
Suara orang-orang
*) My news article for ANTARA on Nov 8, 2008
No comments:
Post a Comment