Friday, September 5, 2008

INDONESIA-AUSTRALIA BAHAS MASALAH NELAYAN DI DARWIN

Anggota Komisi IV DPR-RI, Darmayanto, bersama dua pejabat Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) tiba di Darwin, Senin, untuk memulai kunjungan kerja selama lima hari terkait persoalan nelayan Indonesia yang ditangkap pemerintah Australia.

Sekretaris II Fungsi Pensosbud Konsulat RI Darwin Arvinanto Soeriaatmadja, mengatakan, kedua pejabat DKP RI yang mendampingi kunjungan kerja anggota DPR-RI itu adalah Willem Gaspersz dan Johnny Banjarnahor.

Direktur Kapal Pengawas Ditjen Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, Willem Gaspersz, dan Kasubdit Pemantauan dan Pengendalian Ditjen Ditjen Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, Johnny Banjarnahor, juga akan menghadiri forum pemantauan perikanan Indonesia-Australia.

Persoalan nelayan merupakan salah satu isu penting dalam hubungan bilateral Indonesia-Australia. Pada 3 Agustus lalu misalnya, kapal nelayan Indonesia asal Pulau Rote, "Bahtera Gaharu", kembali ditangkap otoritas keamanan Australia di dalam wilayah perairan utara negara itu.

Setelah lebih dari dua minggu ditahan di Darwin, tiga dari enam orang awaknya dipulangkan otoritas imigrasi Australia pada 20 Agustus lalu ke Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), via Denpasar Bali.

Ketiga nelayan yang sudah dipulangkan itu adalah Jinto Nalle, Cadori Ambi, dan Lorens Lette, sedangkan tiga lainnya masih ditahan di Penjara Berrimah dan Pusat Penahanan Darwin, kata Sekretaris III/Staf Fungsi Pensosbud Konsulat RI Darwin, Wahono Yulianto.

Pada April lalu, otoritas Imigrasi Australia bahkan sempat menahan sedikitnya 253 nelayan Indonesia di pusat penahanan Darwin. Mereka merupakan awak dari 33 kapal ikan yang ditangkap kapal-kapal patroli negara itu.

Kasus penangkapan tersebut tidak selalu terkait dengan kesalahan para nelayan karena kedapatan berada di zona perairan Australia secara ilegal atau pun mengambil biota laut yang dilindungi UU Australia.

Dalam beberapa kasus, para nelayan Indonesia juga menjadi korban penangkapan kapal-kapal patroli Australia yang melakukan operasi penangkapan di dalam perairan Indonesia.


Berdasarkan MoU Box 1974, para nelayan tradisional Indonesia masih memiliki akses penangkapan di zona khusus sebagaimana tertera dalam peta yang disepakati ke dua negara.


Kawasan yang diperbolehkan Australia bagi para nelayan tradisional Indonesia adalah Kepulauan Karang Scott, Seringapatam, Pulau Browse, Kepulauan Karang Ashmore, Pulau Cartier dan perairan di sekitarnya.

*) My news for ANTARA on August 25, 2008

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity