Friday, September 5, 2008

GRUP TARI RI SAMPAIKAN PESAN "CINTAI LINGKUNGAN" DI FESTIVAL DARWIN

Grup tari Padepokan "Ulu Chandra" Bali yang menjadi salah satu dari tiga wakil Indonesia di Festival Darwin akan menghibur para pengunjung atraksi seninya di panggung "Star Shell" Kebun Raya Darwin, Senin malam (25/8), dengan menampilkan seni tari bertema "Taru Pramana" .


Pemimpin Padepokan "Ulu Chandra", Wayan Sutedja, mengatakan di Darwin, Minggu, tema "Taru Pramana" itu sangat relevan dengan tantangan perubahan iklim global yang kini dihadapi umat manusia di mana pun. Dalam tradisi masyarakat Bali, "Taru Pramana" tersebut dikenal dengan sebutan "Pohon Dadap".

Pohon yang dapat ditemui di banyak tempat di Pulau Bali ini dipandang sebagai tanaman yang memiliki jiwa dan sakti, kata pengusaha kerajinan perak yang mencintai pelestarian seni tari Bali ini.

Untuk kepentingan pertunjukan Ulu Chandra di festival tahunan termegah dan terpenting di ibukota negara bagian Northern Territory (NT) itu, Wayan Sutedja mengatakan, para personilnya sudah membuat beberapa "pohon buatan" dari daun-daun pisang kering. "Saya juga membawa 'gergaji kayu' yang akan dipakai dalam pertunjukan nanti.

Model gergaji kayu buatan ini merupakan simbol keserakahan manusia yang menyebabkan kerusakan alam," katanya. Pesan yang ingin disampaikan lewat pertunjukan "Taru Pramana" itu adalah bahwa sebab musabab pemanasan global yang mengancam dunia tidak dapat dilepaskan dari keserakahan manusia.

Untuk itu, kearifan lokal yang hidup di banyak masyarakat sangat penting untuk membantu upaya pelestarian alam, katanya. "Bagi kami, Taru Pramana ini melekat dan hidup dalam tradisi Bali. Apa yang sudah diajarkan nenek moyang dulu umumnya tidak ada yang berani melanggarnya," kata Wayan Sutedja.

Selain Ulu Chandra yang datang dengan 21 orang penari, partisipasi Indonesia di Festival Darwin juga didukung oleh kehadiran kelompok musik "Kua Etnika" pimpinan Djaduk Ferianto dan "Tanah Merege" (Tanah Hitam) dari Pulau Flores.

Debut Indonesia dalam pesta seni yang semula bernama "Festival Bougainvillea" itu dimulai dengan pertunjukan "Tanah Merege" di Kebun Raya Darwin pada 21 Agustus malam. Festival yang diadakan sejak 1978 itu berganti nama menjadi Festival Darwin sejak 1993 Tanah Merege" menampilkan lima musisi asal Watublapi, Pulau Flores.

Mereka menyuguhkan tarian, gong, dan musik ukulele. Pada 22 Agustus, giliran "Kua Etnika" unjuk kebolehan. Selain musisi Indonesia, para musisi dari Kamboja, Timor Timur, Ethiopia, Liberia, dan Malta juga tampil dalam festival yang berlangsung pada 14-31 Agustus itu.

Selama festival tahunan yang dikunjungi lebih dari 50 ribu orang itu, para penonton tidak hanya dihibur dengan pertunjukan musik, tari, lokakarya, teater, dan permainan sains untuk anak-anak, tetapi juga seni visual, bazar makanan, komedi, kabaret, serta pertunjukan film.

Diplomasi budaya Indonesia di Darwin sepanjang Agustus ini semakin meriah dengan tampilnya 40 orang musisi dan penari dalam acara "Pesona Indonesia" pada 23 Agustus malam.

"Pesona Indonesia" itu sendiri merupakan acara puncak perayaan HUT RI ke-63 yang terpisah dari Festival Darwin. Acara tersebut diselenggarakan "The Persatuan Indonesia" Darwin yang didukung penuh Konsulat RI, Garuda Indonesia, Deplu RI, Depbudpar RI, dan pemerintah negara bagian Northern Territory.

*)My news for ANTARA on August 24, 2008

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity