Tuesday, May 27, 2008

SAATNYA AUSTRALIA TAK LAGI PANDANG INDONESIA "NEGARA ABNORMAL"

Institut Kebijakan Strategis Australia (ASPI) yang berbasis di Canberra, Selasa, mengeluarkan laporan kajian terbarunya bertajuk "Seeing Indonesia as a normal country: Implications for Australia".

Laporan hasil riset dua Indonesianis kondang, Prof.Andrew MacIntyre dan Dr.Douglas E Ramage, itu merekomendasikan kepada pemerintah dan rakyat Australia untuk memahami dan melihat perkembangan terkini Indonesia yang demokratis dan stabil dengan kaca mata baru.

Kedua Indonesianis ini menekankan beberapa rekomendasi kebijakan khusus bagi Australia terkait dengan program bantuan pembagunannya, kerja sama keamanan, maupun dukungannya pada pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan dan peningkatan kepemerintahan di Indonesia.

Mereka mengatakan, Indonesia kini merupakan sebuah negara demokratis yang normal dan memainkan peranan yang konstruktif baik di tingkat kawasan maupun dunia.

"Memikirkan Indonesia sebagai satu negara 'normal' akan membantu kita melihatnya dengan cara pandang baru. Ini adalah cara pandang analitis yang memberi kita kemampuan melihat berbagai peluang baru," kata kedua peneliti ini.

MacIntyre dan Ramage dalam laporan setebal 68 halaman ini lebih lanjut mengatakan bahwa Indonesia tidak lagi menjadi negara yang terus-menerus menghadapi ketidakstabilan baik menyangkut kapasitas negara, kohesi sosial, maupun integritas wilayahnya.

Kedua Indonesianis ini berkeyakinan bahwa Indonesia akan tumbuh menjadi sebuah negara dengan pendapatan menengah di dalam sistim pemerintahan yang demokratis sebagai satu nilai penting yang juga dianut Australia.

"Kita sekarang tahu bagaimana kemungkinan wajah Indonesia dalam satu dasawarsa mendatang," kata mereka.

Nilai demokrasi yang dipegang rakyat Indonesia kini dan di masa depan itu disebut mereka sebagai "berita baik" bagi Australia walaupun akan selalu ada kemungkinan bahwa kondisi Indonesia dan hubungan bilateralnya dengan Australia tidak lantas menjadi lebih baik secara dramatis dalam lima atau sepuluh tahun mendatang.

SBY tetap terbaik

Terkait dengan soal pemimpin Indonesia, MacIntyre dan Ramage mengatakan, catatan kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih akan sulit tertandingi oleh siapa pun yang memimpin dalam satu dasawarsa mendatang.

"Walaupun ada keinginan Indonesia untuk memiliki para pemimpin masa depan yang lebih berkemampuan dan lebih kooperatif daripada (Presiden) Susilo Bambang Yudhoyono, tapi ini tak mungkin ada."
"Sekalipun banyak orang Indonesia mengeluhkan kekurangtegasan beliau, rekam jejak kepemimpinannya tak mungkin terkalahkan dalam sepuluh tahun mendatang," kata mereka.

Dalam bagian lain argumentasi mereka dalam laporan itu, kedua Indonesianis ini mengatakan cara pandang baru dalam menilai dan melihat Indonesia tidak serta merta menafikan pentingnya memerhatikan kebhinnekaan.

Kebhinnekaan ini merupakan nilai lama Indonesia yang harus tetap mendapat perhatian para pembuat kebijakan di Australia.

Pluralisme Indonesia, seperti pernah dicatat Sejarawan Australia, Anthony Reid, adalah "sebuah kebenaran sangat lama yang jauh lebih tua dari umur Republik Indonesia dan bahkan umur 'Netherlands East Indies'.

"Indonesia tetap merupakan satu masyarakat yang pluralis. Geografi dan sejarahnya mendukung (kebenaran) ini," kata mereka.

Penekanan pada kebhinnekaan sebagai fakta yang tetap hidup dalam masyarakat Indonesia perlu diberikan karena dalam beberapa tahun terakhir ini publik Australia telah tidak lagi melihat fakta ini akibat kemunculan fenomena militansi dan fanatisme agama di Indonesia, kata mereka dalam laporan terbaru ASPI itu.

Prof.Dr.Andrew MacIntyre adalah seorang ahli politik yang juga Direktur Sekolah Ekonomi dan Pemerintah Crawford Universitas Nasional Australia, sedangkan Dr.Douglas E Ramage adalah wakil Yayasan Asia di Indonesia.

ASPI adalah lembaga riset independen yang dibentuk pemerintah untuk memberikan masukan-masukan terbaru tentang pilihan-pilihan kebijakan strategis dan pertahanan Australia.

*) My news for ANTARA on May 27, 2008

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity