Monday, March 10, 2008

DUKUNGAN PUBLIK AUSTRALIA PADA PROTOKOL KYOTO MENGUAT

Dukungan publik Australia terhadap keputusan Perdana Menteri Kevin Rudd meratifikasi Protokol Kyoto sangat besar dan bahkan mereka mendorong pemerintah mengambil langkah lebih tegas dalam mengurangi polusi di dalam negeri.

Dukungan kuat publik terhadap keterlibatan Australia dalam Protokol Kyoto itu tercermin dalam hasil survei Institut Iklim (Climate Institute=CI) terhadap 1.215 warga berusia 18 tahun ke atas, demikian ANTARA melaporkan dari Brisbane, Selasa.

CI mempublikasi hasil surveinya itu bertepatan dengan resminya Australia menjadi anggota penuh Protokol Kyoto mulai 10 Maret 2008.

Di bawah aturan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ratifikasi Protokol Kyoto baru berlaku setelah 90 hari setelah instrumen ratifikasi diterima PBB. PM Rudd menandatangani instrumen Protokol Kyoto itu pada 3 Desember 2007 di Canberra.

Dalam survei yang dilaksanakan pada 4 hingga 6 Maret lalu itu, terungkap bahwa sebanyak 64 persen responden mendukung sedangkan tujuh persen lainnya menentang keputusan PM Rudd.

Pimpinan CI, John Connor, dalam pernyataan persnya mengatakan, hasil survei tersebut menunjukkan dukungan kuat publik terhadap langkah-langkah tegas dari pemerintah untuk menjawab tantangan perubahan iklim.

Sebanyak 78 persen dari 1.215 orang warga Australia yang menjadi responden survei itu meminta pemerintah federal memperkenalkan langkah-langkah konkritnya dalam 12 bulan ke depan untuk menangani masalah efisiensi energi, pembangkit listrik ramah lingkungan, dan pengurangan emisi kendaraan bermotor.

Dukungan terhadap kepemimpinan Australia di tingkat internasional dalam masalah perubahan iklim global juga kuat.

Sebanyak 73 persen responden berharap pemerintah memperkenalkan langkah-langkah yang lebih tegas untuk mengurangi polusi gas rumah kaca di dalam negeri.

Sebanyak 68 persen responden juga mengungkapkan keyakinan mereka bahwa Australia dapat berbuat lebih banyak untuk membantu negara-negara berkembang mengurangi tingkat polusi gas karbon mereka.

Mayoritas responden survei itu juga tidak ingin langkah-langkah pemerintah mengurangi tingkat polusi di dalam negeri surut karena alasan resiko warga kehilangan pekerjaan.

Pada 3 Desember 2007 lalu, PM Rudd menandatangani instrumen ratifikasi yang memberikan jalan bagi Australia menjadi anggota penuh Protokol Kyoto.

Ia saat itu menyebut penandatanganan instrumen ratifikasi ini sebagai aksi resmi pertama pemerintah baru Australia di bawah Partai Buruh.

"Ini menunjukkan komitmen pemerintahan saya untuk menangani perubahan iklim," katanya.


Langkah maju
Bergabungnya Australia ke dalam Protokol Kyoto ini adalah "langkah maju yang signifikan" dalam upaya Australia ikut merespon dampak negatif perubahan iklim di dalam negeri dan bersama-sama masyarakat internasional, katanya.

Dengan keikutsertaan resmi Australia dalam perjanjian ini, Australia berkewajiban memenuhi target seperti mematok target pengurangan emisi hingga 60 persen pada level 2.000 hingga tahun 2050, dan membentuk skema perdagangan emisi nasional pada 2010, katanya.

Selain itu, sebagai anggota Protokol Kyoto, Australia diminta mematok target 20 persen untuk energi yang dapat diperbaharui hingga tahun 2020 dengan cara memperluas pemakaian sumber-sumber energi yang dapat diperbaharui secara dramatis, seperti energi matahari dan angin, kata PM Rudd ketika itu.

Dengan langkah pemerintahan PM Rudd ini, berarti tinggal Amerika Serikat (AS) negara yang tidak ikut menandatangani Protokol Kyoto.

Saat berlangsungnya Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) di Bali Desember 2007, Climate Institute (CI) pernah mengeluarkan satu laporan hasil analisa ekonomi yang menggambarkan prospek perekonomian Australia jika mendukung pengurangan emisi.

Laporan CI itu menunjukkan, seandainya Australia membalikkan polusinya yang meningkat hingga 2012 dengan mengurangi emisi hingga 20 persen pada 2020 dan menjadi "karbon netral" pada 2050, kegiatan ekonomi negara itu diperkirakan meningkat dari kurang dari satu triliun dolar menjadi tiga triliun dolar hingga 2050.

"Untuk tahun 2050, ekonomi (Australia) tumbuh sekitar 2,8 persen setahun dengan peluang lapangan kerja meningkat dari 9,7 juta menjadi 16,7 juta pada 2050 itu," kata Pimpinan CI, John Connor.

Dampak jangka panjang terhadap harga bahan bakar (energi) dan tingkat keterjangkauannya pun tetap dapat dikelola dengan pemakaian energi listrik, bahan bakar dan gas rata-rata turun dari enam persen dari rata-rata pendapatan yang ada saat ini menjadi empat persen pada 2050, katanya.

Artinya, pengurangan emisi gas rumah kaca secara substansial di Australia layak dilakukan dan sejalan dengan pertumbuhan pendapatan, lapangan kerja, dan standar hidup yang terus berkembang, kata Connor.

*) My news item for ANTARA on March 11, 2008

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity