Usul itu disampaikan Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI di KBRI Canberra, Dr.R.Agus Sartono,MBA dalam penjelasannya kepada ANTARA, Selasa, sehubungan dengan upaya memperkuat basis penelitian unggulan dan internasionalisasi program pendidikan di Indonesia.
"Cara ini (menyediakan 'research grant' bagi para guru besar-red) akan menjembatani internasionalisasi program pendidikan di Indonesia," katanya.
Ketersediaan mahasiswa asing bisa dilakukan melalui program pertukaran mahasiswa. Untuk itu, Ditjen Pendidikan Tinggi perlu berkoordinasi dengan kantor Imigrasi RI tentang masalah visa bagi para mahasiswa asing sesuai dengan lama studi mereka di Indonesia, katanya.
"Selama ini, kegiatan 'student exchange' (pertukaran mahasiswa) selalu terkendala masalah 'student visa' (visa pelajar)," katanya.
Tentang bagaimana mengembangkan iklim penelitian yang baik di berbagai kampus Tanah Air, Agus Sartono mengatakan, pengalaman Hong Kong bisa diikuti Indonesia karena di teritori itu ada sebuah universitas yang hanya memerlukan waktu 16 tahun untuk bisa masuk ke dalam daftar 50 universitas terbaik dunia.
Prestasi gemilang itu tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan manajemen universitas memperbaiki mutu penelitian dan pengajaran, serta ketersediaan dana riset yang besar dari pemerintah.
"Kuncinya adalah 'faculty members' (para staf pengajar dan peneliti-red) berasal dari universitas-universitas terkenal. Jadi tidak lagi hanya terfokus pada lulusan almamaternya. Dana riset pun disediakan cukup besar dengan sistim seleksi yang sangat kompetitif," katanya.
Dinilai peneliti dunia
Proposal-proposal penelitian yang masuk pun dinilai oleh para peneliti bereputasi dunia dan bukan oleh sejawat mereka sehingga otomatis hasil penelitian yang dihasilkan pun dengan mudah menembus jurnal-jurnal ilmiah internasional yang terkemuka, kata Agus Sartono.
Pengalaman Hong Kong ini menjadi tantangan bagi Pemerintah RI karena alokasi dana penelitian dalam jumlah yang memadai dari Pemerintah Hong Kong terbukti mendorong penelitian-penelitian unggulan universitas di sana maju dengan pesat, katanya.
"Sebenarnya menjadi tantangan bagi Pemerintah kita untuk memberikan dana penelitian di mana proposal riset harus diseleksi secara sangat kompetitif oleh gabungan antara para peneliti Indonesia dan luar negeri yang kredibel di bidangnya," kata Agus.
Selama ini, mengapa iklim penelitian universitas di Tanah Air kurang berkembang karena penghargaan sebagai peneliti relatif kecil sehingga para dosen lebih senang mengajar karena mengajar relatif mudah sebagai solusi atas rendahnya pendapatan yang diterima.
"Bisa dibayangkan 'reward' (penghargaan)-nya rendah padahal, mestinya untuk menjadi dosen yang baik, dia harus melakukan riset. Kalau dia kurang meneliti, maka dia masuk kategori dosen yang hanya menyampaikan 'ini begitu dan begitu', bukan dosen yang bisa memberikan dan menumbuhkan inspirasi kepada mahasiswa. Untuk bisa memberikan inspirasi, maka tak ada jalan lain kecuali harus melakukan riset," katanya.
Gaji yang relatif kecil itu telah mendorong banyak dosen di Tanah Air untuk mengajar penuh dari Senin pagi hingga Sabtu malam. Dengan kondisi demikian, kapan iklim penelitian dan capaian penelitian berkelas dunia bisa semakin ditumbuh-kembangkan, katanya.
No comments:
Post a Comment