Tahun 2008 merupakan masa istimewa bagi para wisatawan mancanegara yang hendak berkunjung ke Indonesia. Disebut begitu karena tahun itu merupakan Tahun Kunjungan Wisata (VIY) Indonesia.
Pemerintah RI telah pun menyiapkan lebih dari seratus kalender kegiatan di 33 provinsi sejak Januari hingga Desember 2008, seperti terungkap dalam laman www.my-indonesia.
Beberapa kalender kegiatan pariwisata VIY 2008 yang siap menghibur dan memperkaya pengalaman para wisatawan mancanegara dan domestik itu adalah "Tourism Funday Anyer", "Arak Tabuik Festival" dan "GrandRacing Speed Car and GP2".
Namun sudahkah gaung "Visit Indonesia Year" (VIY) 2008 itu menggema ke seantero jagad?
Tidak mudah untuk menjawab pertanyaan ini kendati ilustrasi "hidup" VIY 2008 bertema "Celebrating 100 Years of National Awakening" (Merayakan 100 Tahun Kebangkitan Bangsa) itu sudah dapat disaksikan di televisi berbasis internet (IPTV) "Youtube".
Hanya saja, apakah upaya-upaya departemen terkait di Jakarta mempromosikan Tahun Kunjungan Wisata melalui pemasangan logo VIY 2008 di tubuh pesawat Garuda Indonesia dan peluncuran "Youtube" itu cukup untuk menggerakkan minat tujuh juta wisatawan asing untuk mengunjungi Indonesia sepanjang 2008?
Di Australia, gaung VIY 2008 nyaris tak tampak dan tak terdengar. Usahkan iklan-iklan di berbagai stasiun televisi utama di negara itu, seperti diakui beberapa diplomat RI, brosur VIY 2008 saja belum sampai ke kantor-kantor perwakilan RI.
Konsul Jenderal RI di Melbourne, Budiarman Bahar, misalnya, mengatakan, idealnya promosi gencar tentang berbagai potensi, kemajuan, kalender kegiatan, keuntungan dan kemudahan bagi wisatawan maupun paket wisata yang ditawarkan Indonesia selama VIY 2008 sudah harus dilakukan sepanjang 2007.
Namun yang terjadi, adalah wacana tentang VIY 2008 justru baru belakangan diketahui. Padahal, kegiatan promosi VIY 2008 tersebut antara lain sudah bisa dilakukan lewat partisipasi KJRI Melbourne dan masyarakat Indonesia di berbagai kegiatan Australia di Victoria dan Tasmania maupun melalui Festival Indonesia 2007.
Festival Indonesia merupakan kalender kegiatan tetap KJRI Melbourne sejak 2005 untuk memberikan gambaran tentang potensi pariwisata, seni-budaya, perdagangan dan investasi di Indonesia kepada kalangan pebisnis dan masyarakat umum Australia di Victoria, katanya.
Namun tidak ada kata terlambat untuk mendukung upaya penyuksesan VIY 2008, setidaknya demikianlah anggapan Budirman.
Diplomat senior yang pernah bertugas di KBRI Seoul itu mengatakan, selama koordinasi antara departemen-departemen terkait di Jakarta dan kantor-kantor perwakilan RI, termasuk yang ada di Australia segera berjalan, promosi VIY 2008 akan segera sampai ke segmen pasar potensial wisata Indonesia di luar negeri.
"Seharusnya, sekarang ini sudah dikoordinasikan. Misalnya, Jakarta punya 'peluru apa' yang bisa disampaikan ke perwakilan-perwakilan Indonesia di luar negeri guna membantu promosi," katanya.
Brosur-brosur wisata yang informatif, menarik, dan ditulis dalam beragam bahasa asing yang benar secara ketatabahasaan maupun pilihan kata sepatutnya sudah tiba di seluruh kantor perwakilan RI di luar negeri supaya bisa segera disebar melalui berbagai kesempatan.
Hanya saja, brosur wisata itu pun belum diterima KJRI Melbourne. Selain itu, pihaknya juga belum mengetahui apakah ada dana promosi VIP 2008 untuk pasar Australia, katanya.
Dilihat dari potensi pasar, Australia cukup menjanjikan. Bahkan, minat warga negara itu untuk bepergian ke Indonesia semakin meningkat dalam setahun terakhir sebagaimana ditunjukkan oleh kenaikan drastis jumlah penumpang pesawat Garuda rute Melbourne-Denpasar.
Budiarman mengatakan, jika pada periode Januari-September 2006, jumlah penumpang Garuda Indonesia tercatat 18.177 orang, pada periode yang sama tahun 2007, jumlahnya meningkat hampir dua kali lipat menjadi 32.893 orang.
Apa yang dialami KJRI Melbourne juga terjadi di kantor perwakilan Indonesia yang lain. Seperti diakui Sekretaris I/Pensosbud Konsulat RI Darwin, Buchari Hasnil Bakar, pihaknya pun belum menerima pasokan brosur wisata VIY 2008 sehingga pihaknya sulit mempromosikan paket-paket wisata yang ditawarkan.
"Memang kita sudah dengar tentang akan adanya 'Visit Indonesia Year 2008', tapi belum ada informasi resmi dari departemen manapun. Yang kita tahu baru wacana saja."
Yang pasti, Konsulat RI Darwin siap ikut membantu promosi VIY 2008. Terlebih lagi potensi pasar wisatawan Australia di negara bagian Northern Territory (NT) "bagus".
Penerbangan Garuda Indonesia dari Darwin ke Denpasar dan Jakarta sudah penuh mulai awal Desember 2007 hingga akhir Januari 2008. Ini bukti bahwa potensi pasar Darwin bagus, katanya.
Kepala Perwakilan Garuda Indonesia di Darwin, Sahrul Tahir, mempertegas sinyal positif dari mulai pulihnya kepercayaan wisatawan Australia terhadap pariwisata Bali pascainsiden bom 2005.
Menurut Sahrul, pada periode Januari-Agustus 2007, Garuda Indonesia sudah mengangkut sedikitnya 9.000 orang penumpang dari Darwin. "Jumlah ini meningkat sekitar 48 persen dibandingkan jumlah penumpang pada periode yang sama tahun lalu," katanya.
Meningkatnya jumlah penumpang yang umumnya warga negara Australia untuk berlibur ke Pulau Dewata itu menandakan semakin pulihnya kepercayaan mereka terhadap sektor pariwisata Indonesia, khususnya Bali, pasca insiden Bom Bali 2005.
Garuda Indonesia perwakilan NT melayani rute penerbangan Darwin-Denpasar-Jakarta setiap Senin dan Jumat dengan pesawat 737-400 berkapasitas 16 kursi kelas bisnis dan 117 kursi kelas ekonomi.
Pesawat itu berangkat dari Denpasar pada pukul 01.20 dinihari dan tiba di Darwin pada pukul 05.20 pagi (waktu Darwin). Kemudian pesawat yang sama kembali terbang ke Denpasar dari Bandar Udara Internasional Darwin pada Pukul 07.30 waktu setempat.
"Para penumpang kita yang sekitar 75 persennya adalah wisatawan sudah bisa tiba di Denpasar pada 09.30 pagi sehingga mereka mendapatkan banyak keuntungan dari segi waktu untuk mempersiapkan banyak hal setibanya di sana," katanya.
Garuda, keamanan dan kenyamanan
Peranan maskapai penerbangan nasional, khususnya Garuda Indonesia, dalam menggaet pasar wisatawan asing terbukti penting. Pentingnya peranan Garuda itu juga diakui agen perjalanan wisata Australia.
Operator Agen Perjalanan "Student Flight", Andrew Ellison, yang membidik pasar mahasiswa sebagai segmen utamanya, mengatakan, sejak Garuda Indonesia menghentikan rute penerbangan langsungnya dari Brisbane ke Denpasar, Bali, pada 13 Januari 2007, para turis Australia dan mancanegara cenderung lebih memilih berwisata ke Bangkok daripada Denpasar.
Pengelola biro perjalanan yang berlokasi di Jalan Hawken Drive, St.Lucia, Queensland, itu mengatakan, lebih murah bagi para turis "backpacker" (turis dengan kantong mahasiswa) yang sedang berada di Brisbane berlibur ke Thailand daripada Bali.
"Akibat tak adanya lagi penerbangan langsung Garuda Indonesia ke Denpasar dari Brisbane, mereka yang ingin ke Bali harus terbang lewat Sydney atau Darwin," katanya.
Keduanya merupakan pilihan yang tidak efektif dan praktis karena selain harus menginap semalam di Sydney untuk mengejar jadwal keberangkatan penerbangan Garuda ke Denpasar di pagi hari, para turis itu pun terpaksa harus mengeluarkan biaya ekstra untuk penerbangan ke Sydney dari Brisbane.
"Mereka harus mengeluarkan uang setidaknya 1.200 dolar Australia untuk penerbangan PP. Dengan biaya tiket sebanyak itu, berlibur ke Bangkok, Thailand, justru lebih murah," katanya.
Ketika Garuda masih melayani rute penerbangan langsung Brisbane-Denpasar, tiket PP maskapai penerbangan ini tergolong "murah", yakni hanya sekitar 500 dolar Australia, katanya.
Indonesia yang kaya akan potensi wisata alam, budaya, religi, belanja, dan konferensi mampu menawarkan beragam paket menarik. Namun, faktor keamanan, kemudahan, kenyamanan dan keramahtamahan tampaknya bukanlah sebuah tuntutan yang muluk bagi wisatawan manapun.
Penulis Buku "Tourism, Development and Terrorism in Bali" (London, Ashgate 2007), I Nyoman Darma Putra, PhD. termasuk orang yang sangat optimis dengan masa depan industri pariwisata Bali sebagai ikon pariwisata Indonesia.
Menurut dia, pariwisata Bali akan terus berkembang selama tidak ada lagi aksi kekerasan luar biasa seperti insiden bom 2002 dan 2005 karena sejarah membuktikan bahwa awal kebangkitan pariwisata Pulau Dewata itu justru terjadi setelah kehancuran Perang Puputan Badung tahun 1906.
Karenanya, kondisi aman dan damai harus terus dapat dipelihara di seluruh pelosok Tanah Air, terlebih lagi Bali sebagai pintu gerbang pariwisata nasional yang penting, kata peneliti yang juga dosen Universitas Udayana itu.
Dalam pandangan I Nyoman Darma Putra, penguasaan diplomasi dan promosi dari dalam dan dari luar Indonesia merupakan strategi yang jitu untuk memajukan pariwisata nasional.
Dalam masalah diplomasi, menteri luar negeri dan menteri-menteri yang terkait dengan kepentingan sektor pariwisata harus pro-aktif dalam merespons setiap persoalan yang muncul.
Sebagai contoh, seadainya ada pihak luar negeri yang berpandangan bahwa Bandar Udara Internasional Ngurah Rai Denpasar belum memenuhi standar internasional, seharusnya menteri luar negeri dan menteri-menteri terkait lainnya menanggapinya secara positif dan berorientasi pada solusi masalah.
Lalu dalam promosi pariwisata yang melibatkan pemerintah, kalangan industri pariwisata, dan masyarakat, perlu pula terus digalakkan upaya menciptakan rasa aman dan nyaman berlibur. "Hal-hal kecil seperti kasus kecopetan yang menimpa wisatawan sepatutnya ditangani sesegera mungkin oleh aparat kepolisian."
"Intinya adalah bagaimana membuat setiap wisatawan itu merasa 'secure', 'safe' dan 'comfortable' (aman dan nyaman)," katanya.
Pengalaman baik dan buruk yang dialami para wisatawan mancanegara dan domestik saat berada di Indonesia yang selama ini menghiasi dunia maya merupakan "promosi" yang menyertai pencanganan VIY 2008.
Seperti kata Konjen RI di Melbourne, Budiarman Bahar, tak ada kata terlambat!
Sepatutnya Tahun Kunjungan Wisata 2008 itu sudah harus dipompakan ke seluruh penjuru dunia, sehingga keinginan mendatangkan tujuh juta wisatawan mancanegara sepanjang 2008 tidak berhenti sekadar menjadi target kosong akibat publik dunia terlambat mengetahuinya.
*) dipublikasi ANTARA pada 20 Desember 2007
No comments:
Post a Comment