Oleh Rahmad Nasution
Hukuman mati bagi Amrozi bin H. Nurhasyim, Ali Ghufron dan Imam Samudera, tiga orang eksekutor Bom Bali 12 Oktober 2002 hanya soal waktu, setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang mereka ajukan.
Hanya saja, seperti yang disampaikan Jaksa Agung Hendarman Soepandji, eksekusi terhadap Amrozi belum akan dilakukan sampai ada keputusan terhadap grasi yang diajukan tim penasehat hukumnya.
Terlepas dari kapan eksekusi dilakukan, penolakan MA atas permohonan PK tetap mendapat tempat di media
Dalam perkara hukuman mati, publik di
Namun di sisi lain negeri itu telah kehilangan 88 orang warganya. Sehingga terhadap kasus Bom Bali 2002,kedua kekuatan utama di
Perdana Menteri John Howard termasuk pejabat pemerintah yang mendukung rakyatnya yang pro-hukuman mati bagi Amrozi Cs.
Menjelang rencana eksekusi bagi Amrozi pada 22 Agustus 2006 namun akhirnya ditunda karena kuasa hukummya mengajukan peninjauan kembali (PK), yang belakangan ditolak MA pada 18 September 2007, PM Howard ikut meramaikan perdebatan publik di media massa negara itu.
"Saya tahu banyak orang
Di mata sejumlah anggota keluarga dan sahabat para korban Bom Bali 2002, hukuman mati bagi Amrozi Cs pun sebagai sesuatu yang pantas karena bagi mereka "mata harus dibayar dengan mata".
Danny Hanley, warga Australia yang kehilangan dua orang anak perempuannya dalam insiden di Bali itu, menegaskan sikap mereka yang pro-hukuman mati bagi Amrozi, terpidana yang suka senyum sehingga dijuluki media massa Australia sebagai "the smiling assassin" itu.
"Itulah yang terpenting bagi kita. Amrozi membunuh lebih dari 200 orang, termasuk dua anak perempuan saya, Renae dan Simone. Dan dia hanya mendapatkan imbalannya: kematian," kata Hanley (The Age, 8/8/2003).
Bagaimana dengan mereka yang tidak setuju dengan hukuman mati, terlebih lagi
Di mata mereka yang anti-hukuman mati, hukuman semacam itu tidak menjamin akan membuat jera pelaku lain dari tindak kejahatan yang sama.
Bagi Esther Mitchell misalnya, "hukuman mati justru sebuah kejahatan kemanusiaan yang tak ada bedanya dengan terorisme. Saling membunuh bukanlah jawaban!"
Bahkan, seperti terekam dalam kumpulan opini Suratkabar "The Age"
"Seandainya Amrozi diadili di
Di tingkat organisasi, pengesekusian terhadap Amrozi Cs itu juga menuai protes Amnesti International Australia.
Organisasi itu mengimbau Pemerintah Indonesia untuk menghentikan persiapan eksekusi terhadap ketiga terpidana mati kasus Bom Bali 12 Oktober 2002 itu dan mengganti hukuman mereka dengan "hukuman seumur hidup".
Amnesti Internasional Australia bahkan mengimbau siapa pun yang tidak setuju dengan hukuman mati agar mengirim
Selain meminta segala persiapan eksekusi terhadap ketiga terpidana dihentikan dan hukuman mati diganti dengan hukuman seumur hidup, organisasi itu juga mengimbau Pemerintah Indonesia untuk menandatangani dan meratifikasi Protokol Opsi kedua untuk Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta berkomitmen menghapus hukuman mati.
Pemerintah
Akankah ada grasi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono? Amnesti International Australia termasuk pihak yang meragukan hal itu.
Argumentasi organisasi yang berdiri sejak 1961 dan berkantor pusat di Inggris itu adalah pemberian grasi yang akan "membebaskan" Amrozi Cs itu sulit diberikan karena menyangkut kepentingan internasional dalam upaya Indonesia menangani terorisme dan ketiga terpidana telah pun sebelumnya menyatakan bahwa mereka tidak akan memohon pengampunan presiden.
Eksekusi terhadap Amrozi Cs hanya masalah waktu. Bagi kelompok yang pro-hukuman mati di
Namun, persetujuan kelompok pro-hukuman mati di
Akankah mereka yang pro-hukuman mati di Australia itu akan bersikap sama jika Indonesia pada akhirnya mengeksekusi para terpidana mati kasus "Bali Nine", sembilan warga Australia yang terlibat penyelundupan heroin seberat 8,2 kg dari Bali ke Australia?
Dari sembilan orang itu, setidaknya enam di antaranya, yakni Myuran Sukumaran, Andrew Chan, Tan Duc Thanh Nguyen, Si Yi Chen, Matthew James Norman, dan Scott Anthony Rush, telah dijatuhi hukuman mati.
*) disiarkan ANTARA pada 29 September 2007
No comments:
Post a Comment