Tuesday, September 22, 2009

WNI DI SYDNEY RASAKAN BADAI DEBU TERBURUK

Badai debu pekat kemerahan yang menyelimuti wilayah kota metropolitan Sydney dan sekitarnya sejak Selasa malam hingga Rabu siang merupakan yang "terburuk" dalam tujuh tahun terakhir, kata seorang warga Indonesia yang sudah menetap sekitar tujuh tahun di Sydney.

"Selama sekitar tujuh tahun tinggal di Sydney, baru pertama kali ini badai debunya separah ini. Jarak pandang pendek. Saya perkirakan pagi tadi jarak pandang hanya sekitar lima puluh sampai seratus meter," kata Muhamad Arifin, warga Indonesia yang sehari-hari bekerja di Rumah Sakit "War Memorial" Sydney ini.

Dampak badai debu yang sempat menghentikan sementara penerbangan di Bandar Udara Sydney itu tidak hanya sempat memperburuk jarak pandang tetapi juga menyebabkan dibatalkannya sementara operasi kapal feri dan ditutupnya sementara "tunnel" (lorong) jalan raya menuju dalam kota Sydney, katanya.

"Saat bagun sekitar pukul 04.00 pagi tadi suasana di luar rumah sangat pekat. Karena 'tunnel' ditutup dan warna langit memerah dengan jarak pandang hanya sekitar lima puluh sampai seratus meter, saya putuskan ke kantor (War Memorial Hospital-red.) dengan KRL," kata Arifin.

Kepekatan badai debu berangsur menurun sejak pukul 13.00 dengan hembusan angin yang juga tidak lagi sekencang pagi hari. "Sekarang ini suasana di luar sudah mulai terang tapi debu masih terasa pekat," katanya.

Namun presiden Pusat Informasi dan Pelayanan PKS Australia-Selandia Baru (PIP PKS ANZ) ini mengingatkan bahwa dampak badai debu terhadap kesehatan pernafasan baru dirasakan warga dalam beberapa hari lagi.

Sementara itu, badai debu pekat yang menyelimuti kota Sydney dan sekitarnya itu tidak mempengaruhi kegiatan pelayanan kantor Konsulat Jenderal RI Sydney.

Konsul Fungsi Kekonsuleran KJRI Sydney, Fahmi Jamaludin Malik, mengatakan, pihaknya tetap melayani warga Indonesia dan asing yang memerlukan kepengurusan kekonsuleran kendati badai debu merah itu dilaporkan sempat memengaruhi kegiatan penerbangan dan mengurangi jarak pandang.

Kegiatan pelayanan publik di kantor KJRI Sydney tak terpengaruh badai debu ini. "Setelah dua hari tutup karena libur lebaran, hari ini kita mulai buka. Kita tidak ambil cuti bersama untuk memperlancar pelayanan kepada warga," kata Fahmi.

Sejauh ini, jumlah warga yang datang untuk mengurus perpanjangan paspor dan legalisasi dokumen masih mencapai 20-an orang, katanya.

Fenomena alam ini menjadi obyek liputan langsung berbagai stasiun televisi utama Australia. Stasiun TV "Channel Seven" misalnya melaporkan, akibat badai debu merah itu, kegiatan penerbangan di Bandara domestik dan internasional Sydney terganggu.

Sejumlah penerbangan dari Bandara Sydney sempat ditunda dan sebagian lagi dialihkan ke Bandara Brisbane namun ibukota negara bagian Queensland yang juga kota terbesar ketiga Australia itu pun Rabu siang tak luput dari serangan badai debu yang membuat langit berwarna oranye disertai hembusan angin kencang.

Pakar kesehatan setempat mengimbau warga masyarakat yang rentan terhadap penyakit saluran pernafasan agar tetap tinggal di rumah dan menutup jendela-jendela untuk menghindari masuknya debu ke dalam rumah.

*) My updated news for ANTARA on Sept 23, 2009

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity