"Untuk masalah ini, Konsulat RI Perth sudah bersiap membantu Sultan Ele dengan membelikannya alat bantu pendengaran. Kita sudah berkoordinasi dengan para petugas Penjara Hakea untuk keperluan penyediaan alat bantu pendengaran ini," kata Wakil Konsul Fungsi Pensosbud Konsulat RI di Perth, Ricky Suhendar.
Kepada koresponden ANTARA yang menghubunginya dari Brisbane, Jumat, ia mengatakan, alat bantu pendengaran bantuan Konsulat RI Perth ini baru dapat diberikan setelah tim dokter Penjara Perth selesai melakukan pemeriksaan terhadap kondisi kesehatan telinga Sultan Ele.
Pria yang diperkirakan berumur sekitar lima puluhan tahun itu merupakan salah satu dari belasan kapten dan awak kapal Indonesia yang mengangkut 147 orang pencari suaka antara 6 Desember 2008 dan 14 Maret 2009, katanya.
Mengenai 14 WNI yang sudah divonis Pengadilan Australia Barat dalam kasus penyelundupan manusia itu, Ricky Suhendar, mengatakan, mereka umumnya bekerja sebagai nelayan.
Berbeda dengan para pencari suaka yang menumpang perahu-perahu yang dinakhodai para WNI ini, mereka mendapat perlakuan yang berbeda di Australia. "Kalau para pencari suakanya bisa enak-enak (di Pusat Penahanan Imigrasi Pulau Christmas-red.)," kata Ricky.
Di antara para nakhoda perahu pengangkut pencari suaka itu mengaku hanya dibayar Rp5 juta oleh orang yang menyuruh mereka membawa perahu ke perairan Australia. Dua orang pelaku yang mengaku hanya dibayar Rp5 juta itu adalah Muasi dan Hasanusi.
Selain Sultan Ele, ke-13 orang WNI yang sudah divonis lima sampai enam tahun penjara itu adalah Achmad Muklis, Hamirudin, Samsir Ali Topan, Yan Tonce, Arman, Arsil, Tasri Laode, Mimu, Adi Haidar, Junaidi, Abdul Hamid, Amos Ndolo, dan Man Pombili.
Selama 2008, ada tujuh perahu berpenumpang ratusan pencari suaka yang masuk perairan Australia. Serbuan perahu-perahu penyelundup pencari suaka asing ke negara itu terus berlangsung. Dalam tujuh bulan terakhir 2009, setidaknya sudah ada 17 kapal berpenumpang pencari suaka yang ditahan Australia.
Menteri Dalam Negeri Australia, Brendan O'Connor, memandang hukuman lima sampai enam tahun yang dijatuhkan Pengadilan Magistrat Perth kepada Sultan Ele dan 13 orang WNI lainnya itu sudah "tepat".
"Hukum saat ini sudah ditegakkan dan tepat," katanya menjawab pertanyaan ANTARA di Darwin 17 Juli lalu.
Sebelumnya, Duta Besar RI untuk Australia dan Vanuatu Primo Alui Joelianto berpandangan bahwa gembong pelaku kejahatan penyelundupan manusia layak dihukum berat namun hukuman yang sama tidak adil diberikan kepada WNI yang tidak tahu menahu dan hanya dipakai jaringan penyelundup manusia.
"Saya setuju otak kejahatan ini dihukum lebih keras tapi bagi yang nggak tahu apa-apa jangan dihukum berat," katanya menanggapi hukuman lima sampai enam tahun penjara yang diterima 14 WNI di Perth itu.
*) My news for ANTARA on July 31, 2009
No comments:
Post a Comment