Thursday, July 30, 2009

SEORANG NAPI INDONESIA DI PENJARA PERTH TULI

Sultan Ele, warga negara Indonesia (WNI) yang sedang mendekam di Penjara Hakea, Australia Barat, karena tersangkut kasus penyelundupan manusia, menderita "masalah pendengaran serius" alias tuli sehingga memerlukan alat bantu pendengaran, kata seorang diplomat RI di Perth.

"Untuk masalah ini, Konsulat RI Perth sudah bersiap membantu Sultan Ele dengan membelikannya alat bantu pendengaran. Kita sudah berkoordinasi dengan para petugas Penjara Hakea untuk keperluan penyediaan alat bantu pendengaran ini," kata Wakil Konsul Fungsi Pensosbud Konsulat RI di Perth, Ricky Suhendar.

Kepada koresponden ANTARA yang menghubunginya dari Brisbane, Jumat, ia mengatakan, alat bantu pendengaran bantuan Konsulat RI Perth ini baru dapat diberikan setelah tim dokter Penjara Perth selesai melakukan pemeriksaan terhadap kondisi kesehatan telinga Sultan Ele.

Pria yang diperkirakan berumur sekitar lima puluhan tahun itu merupakan salah satu dari belasan kapten dan awak kapal Indonesia yang mengangkut 147 orang pencari suaka antara 6 Desember 2008 dan 14 Maret 2009, katanya.

Mengenai 14 WNI yang sudah divonis Pengadilan Australia Barat dalam kasus penyelundupan manusia itu, Ricky Suhendar, mengatakan, mereka umumnya bekerja sebagai nelayan.

Berbeda dengan para pencari suaka yang menumpang perahu-perahu yang dinakhodai para WNI ini, mereka mendapat perlakuan yang berbeda di Australia. "Kalau para pencari suakanya bisa enak-enak (di Pusat Penahanan Imigrasi Pulau Christmas-red.)," kata Ricky.

Di antara para nakhoda perahu pengangkut pencari suaka itu mengaku hanya dibayar Rp5 juta oleh orang yang menyuruh mereka membawa perahu ke perairan Australia. Dua orang pelaku yang mengaku hanya dibayar Rp5 juta itu adalah Muasi dan Hasanusi.

Selain Sultan Ele, ke-13 orang WNI yang sudah divonis lima sampai enam tahun penjara itu adalah Achmad Muklis, Hamirudin, Samsir Ali Topan, Yan Tonce, Arman, Arsil, Tasri Laode, Mimu, Adi Haidar, Junaidi, Abdul Hamid, Amos Ndolo, dan Man Pombili.

Selama 2008, ada tujuh perahu berpenumpang ratusan pencari suaka yang masuk perairan Australia. Serbuan perahu-perahu penyelundup pencari suaka asing ke negara itu terus berlangsung. Dalam tujuh bulan terakhir 2009, setidaknya sudah ada 17 kapal berpenumpang pencari suaka yang ditahan Australia.

Menteri Dalam Negeri Australia, Brendan O'Connor, memandang hukuman lima sampai enam tahun yang dijatuhkan Pengadilan Magistrat Perth kepada Sultan Ele dan 13 orang WNI lainnya itu sudah "tepat".

"Hukum saat ini sudah ditegakkan dan tepat," katanya menjawab pertanyaan ANTARA di Darwin 17 Juli lalu.

Sebelumnya, Duta Besar RI untuk Australia dan Vanuatu Primo Alui Joelianto berpandangan bahwa gembong pelaku kejahatan penyelundupan manusia layak dihukum berat namun hukuman yang sama tidak adil diberikan kepada WNI yang tidak tahu menahu dan hanya dipakai jaringan penyelundup manusia.

"Saya setuju otak kejahatan ini dihukum lebih keras tapi bagi yang nggak tahu apa-apa jangan dihukum berat," katanya menanggapi hukuman lima sampai enam tahun penjara yang diterima 14 WNI di Perth itu.

Dalam wawancara khususnya dengan Stasiun TV "SBS" Australia tentang masalah penyelundupan manusia baru-baru ini, Dubes Primo juga menegaskan pandangannya tentang "ketidakadilan hukuman" yang diterima WNI menanggapi pertanyaan reporter SBS tentang vonis pengadilan terhadap mereka.

*) My news for ANTARA on July 31, 2009

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity