Tuesday, July 14, 2009

GARUDA AJUKAN DUA SYARAT SEBELUM KEMBALI TERBANGI DARWIN

Manajemen Garuda Indonesia di Jakarta menegaskan pihaknya tidak akan kembali membuka rute penerbangan Denpasar-Darwin yang telah dihentikan sejak 22 April lalu kecuali Garuda diberi hak penerbangan domestik dari kota-kota di Australia ke Darwin berdasarkan basis "non-resiprokal".

Keputusan itu tertuang dalam surat Dirut Garuda Emirsyah Satar kepada Menteri Hubungan Asia Northern Territory (NT), Christopher Bruce Burns, tertanggal 10 Juli 2009. Salinan surat tersebut diperoleh ANTARA di Darwin, Selasa.

Dalam suratnya itu, Emirsyah mengatakan, selain mendapat hak penerbangan domestik dari kota-kota di Australia ke DArwin, atas dasar "non-resiprokal", Garuda akan mempertimbangkan kembali layanan rute penerbangan Denpasar-Darwin jika kondisi ekonomi membaik secara signifikan.

Terlepas dari hasil pertemuan tim teknis bersama Garuda dan Pemerintah NT yang sampai pada tanggal surat ini dikeluarkan belum rampung, Emirsyah mengatakan, pihaknya memandang hasil pertemuan tersebut tidak akan mengubah keputusan dalam jangka pendek.

Garuda menghentikan rute penerbangan Darwin-Denpasar karena dinilai tidak menguntungkan dan kondisi perekonomian dunia yang sulit untuk membaik dalam jangka pendek, katanya.

Sejak operasional Garuda di Darwin dihentikan 22 April lalu, Menteri Chris Burns berupaya mengembalikan maskapai penerbangan nasional Indonesia itu ke negara bagian Northern Territory.

Dia tidak hanya menemui Meneg BUMN Sofyan Djalil, Menhub Jusman Syafii Djamal, dan Dirut Garuda, Emirsyah Satar, di Jakarta, tetapi juga menawarkan dukungan pendanaan kerja sama pemasaran Garuda.

Tawaran dukungan pendanaan kerja sama pemasaran Garuda di Darwin kepada pemerintah RI dan manajemen Garuda itu disampaikannya dalam pernyataan persnya 23 April atau sehari setelah Garuda resmi menutup operasinya di NT.

"Saya akan melakukan apa pun untuk mengembalikan Garuda ke Darwin," katanya saat itu.

Kehadiran maskapai penerbangan nasional Indonesia di Darwin yang sudah hampir 30 tahun itu tidak hanya dipandang sebatas jasa transportasi udara semata tetapi lebih dari itu juga sebagai pembawa panji-panji penguatan hubungan Indonesia-NT.

Pemimpin oposisi negara bagian NT, Terry Mills, termasuk orang yang mendukung kembalinya Garuda ke Darwin karena maskapai ini bukan sekadar jasa transportasi udara bagi rakyat Australia Utara, tetapi kehadirannya yang hampir 30 tahun di kota Darwin itu juga menjadi penguat kerja sama bilateral Indonesia-NT.

"Saya ingin meletakkan persahabatan Australia dengan Indonesia lewat Garuda karena Garuda bukan sekadar maskapai penerbangan tetapi ia juga hubungan bilateral itu sendiri," katanya kepada ANTARA Mei lalu.

Penghentian rute penerbangan Denpasar-Darwin yang sudah berjalan selama hampir 30 tahun itu sangat disayangkan sekalipun ia memahami keputusan manajemen Garuda di Jakarta itu disemangati oleh "pertimbangan komersial" pasar penerbangan dalam negeri Indonesia, kata Mills.

Hanya saja ketidakhadiran Garuda di negara bagian paling utara Australia itu telah menghilangkan salah satu jembatan penting hubungan rakyat NT dan Indonesia.

Berdasarkan data penumpang Garuda yang dikeluarkan otoritas Bandar Udara Internasional Darwin, terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Jika pada 2006, jumlah penumpang Garuda Darwin tercatat 12 ribu orang, pada 2007, jumlahnya meningkat sekitar 27 persen menjadi 17.834 orang.

Sepanjang 2008, jumlah penumpang maskapai penerbangan nasional Indonesia ini mencapai 25.147 orang atau naik sekitar 41 persen dari total jumlah penumpang tahun 2007 sebelum kemudian menurun pada periode Januari-Maret 2009 sebagai imbas dari krisis ekonomi global.

Sejak Juni 2008 hingga sebelum ada keputusan penutupan, Garuda melayani tiga kali penerbangan Darwin-Denpasar per-minggu dengan pesawat Boeing 737-400 berkapasitas 16 kursi kelas Justify Fullbisnis dan 117 kursi kelas ekonomi, yakni setiap Senin, Rabu, dan Jumat.

*) My news for ANTARA on July 14, 2009

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity