Tuesday, March 10, 2009

PPIA TEGASKAN NETRALITASNYA DALAM PEMILU 2009

Pengurus Pusat Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA) menegaskan tekadnya untuk menjaga netralitas PPIA di tengah hiruk pikuk dinamika perpolitikan nasional menjelang Pemilu legislatif 9 April dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 8 Juli 2009.

"PPIA itu rumah kebangsaan yang mewadahi seluruh pelajar Indonesia dari beragam latar belakang yang berbeda. Untuk itu, menjaga netralitas lembaga adalah niscaya," kata Ketua Umum PPIA Mohamad Fahmi dalam penyataan persnya menyambut HUT ke-28 PPIA yang diterima ANTARA di Brisbane, Rabu.

Organisasi tempat berhimpun belasan ribu pelajar dan mahasiswa Indonesia yang didirikan di Canberra pada 8 Maret 1981 ini "tidak akan tunduk dan dikebiri oleh kepentingan pihak manapun", kata mahasiswa program doktoral Universitas La Trobe Melbourne ini.

Ia mengatakan, sebagai salah satu elemen pemangku kepentingan pelajar Indonesia di luar negeri, PPIA semakin matang memasuki usianya yang ke-28 tahun. Di tengah proses pendewasaan internal kelembagaannya, PPIA senantiasa berupaya berkomitmen pada prinsip netralitas lembaga.

Netralitas lembaga itu dijalankan dengan menumbuhkan kemandirian organisas terlebih lagi di tengah dinamika konstalasi perpolitikan nasional menjelang Pemilu dan Pilpres 2009 ini, PPIA secara tegas memposisikan diri sebagai lembaga independen yang tidak berafiliasi secara politik kepada kelompok tertentu, katanya.

Sebagai wujud dari "ekspresi netralitas organisasi" itu, pihaknya telah berupaya melakukan sejumlah terobosan, seperti membentuk tim pemantau independen Pemilu 2009 yang proses akreditasinya masih berjalan di Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan mencoba bergabung dalam tim Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"PPIA juga pro-aktif dalam menjembatani proses komunikasi pemilih dan calon legislatif Dapil II DKI melalui jaringan internet," katanya.

Melalui partisipasi aktifnya dalam kegiatan pemantauan dan pengawasan Pemilu nantinya, PPIA akan
mengawal proses demokrasi agar tetap berjalan di atas mistar sejarah perjalanan bangsa dan menyukseskan mekanisme suksesi pemerintahan yang lebih berkualitas dan memiliki legitimasi, katanya.

Pentingnya netralitas dan kemandirian PPIA itu juga disampaikan Wakil Ketua PPIA Yachinta Calista Tahir.

Untuk mengukuhkan prinsip independensi dan netralitas PPIA, pihaknya bertekad meningkatkan
kemandirian lembaga, kata mahasiswa Universitas New South Wales ini.

"Kendati PPIA belum bisa berdikari secara utuh, dan masih memerlukan bantuan banyak pihak untuk berjalan, kita sedang berjuang sekuat tenaga menuju kemandirian yang kita harapkan. Kita ingin agar anggota dan pelajar Indonesia di Australia lah yang menjadi penyokong utama organisasi ini," kata Yachinta.

Sementara itu, Sekretaris Umum PPIA, A.Khoirul Umam, mengatakan, pihaknya terus berupaya mengisi perjalanan sejarah PPIA dengan beragam kegiatan yang bermanfaat.

"Dalam waktu dekat ini misalnya, PPIA akan menyelenggarakan acara seminar konsolidasi demokrasi di Adelaide, survei pelajar Indonesia 2009 untuk meningkatkan kualitas layanan PPIA kepada pelajar Indonesia di Australia, dan Tur Laskar Pelangi di tujuh negara bagian di Australia," katanya.

"Kami yakin semua program ini akan berjalan lancar. Semoga di ulang tahun ke-28 PPIA ini, semangat, motivasi, dan sinergitas kami kian kukuh," kata mahasiswa Universitas Flinders, Australia Selatan, ini.

Di seluruh Australia, ada sekitar 18 ribu orang pelajar dan mahasiswa Indonesia. Mereka menuntut ilmu di berbagai lembaga pendidikan, termasuk delapan universitas terbaik di negara itu.

Ke-delapan universitas yang menjadi pusat keunggulan riset dan pendidikan tinggi Australia itu adalah Universitas Nasional Australia, Universitas Melbourne, Universitas Queensland, Universitas Sydney, Universitas Adelaide, Universitas Monash, Universitas New South Wales, dan Universitas Australia Barat.

*) My news for ANTARA on March 11, 2009

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity