Tuesday, March 10, 2009

JENAZAH TONNI SIRAIT AKHIRNYA DAPAT DIKIRIM KE INDONESIA

Setelah mendekam di kamar mayat Pengadilan Koroner Sydney selama 17 hari, jenazah Tonni Musa Sirait akhirnya dapat segera dikirim ke Jakarta setelah KJRI Sydney dan pihak keluarga berhasil mengumpulkan total biaya pengurusan dan pengiriman jenazah warga Indonesia asal Toba Samosir ini.

Sekretaris I/Konsul Fungsi Kekonsuleran KJRI Sydney, Edy Wardoyo, Selasa malam, mengatakan, jenazah Tonni akan dikirim ke Jakarta paling lambat pada 16 atau 17 Maret.

"Alhamdulillah, total biaya empat ribu dolar yang kita perlukan untuk pengurusan jenazah Tonni sudah terkumpul. Separuh dananya merupakan sumbangan KJRI dan staf, sedangkan sisanya berasal dari pihak keluarga mendiang Tonni," katanya.

Edy mengatakan, dari total dana itu, sebesar 3.000 dolar merupakan biaya bagi "funeral service" (perusahaan pelayanan pemakaman-red.), sedangkan 1.000 dolar sisanya merupakan biaya pengiriman jenazah (kargo).

"Pihak keluarga Tonni di Jakarta sudah mengirim uang sebesar 15 juta rupiah ke KJRI Sydney hari ini. Besok (Rabu) kita akan langsung berkoordinasi dengan 'funeral service' dan pihak-pihak terkait lainnya untuk merampungkan pengurusan jenazah," katanya.

Pihak KJRI Sydney, lanjut Edy, sudah menegaskan kepada pihak keluarga bahwa jenazah akan dikirim hanya sampai Jakarta. "Kita harapkan pihak keluarga dapat mengatur kepulangan jenazah dari Jakarta hingga ke kabupaten Toba Samosir," katanya.

KJRI Sydney terbantu dalam biaya pengiriman yang hanya sebesar seribu dolar Australia berkat bantuan Norman Ambarita, orang Indonesia yang kebetulan memiliki jasa pengiriman kargo bernama "MTC".

Mengenai maskapai penerbangan yang akan membawa jenazah warga negara Indonesia yang merantau ke Australia sejak 15 tahun lalu dengan hanya berbekal visa kunjungan tiga bulan ini, Edy mengatakan, ia belum mengetahuinya namun pihak keluarga akan diberitahu segera setelah ada kejelasan.

Edy mengatakan, pihaknya juga memberi apresiasi kepada Pengurus Pusat Generasi Muda Parsadaan Simanjuntak Sitolu Sada Ina (GM-PSSSI&B) yang berinisiatif melakukan gerakan solidaritas melalui "Dompet Peduli Keluarga Almarhum Tonni Musa Sirait".

"Silahkan saja diteruskan penggalangan dana bantuan itu karena mendiang Tonni memang tidak punya apa-apa. Semoga dana yang terkumpul itu dapat meringankan beban keluarga dan membantu keluarga memakamkan jenazah Tonni di kampung halamannya secara layak," kata Edy.

Pemuda Tapanuli Utara kelahiran 17 Juni 1965 ini meninggal di tempat kerjanya 22 Februari namun polisi negara bagian New South Wales (NSW) baru memberitahu KJRI Sydney 6 Maret lalu.

Hingga akhir hayatnya sejak merantau ke Sydney tahun 1994, Tonni Musa Sirait bekerja apa saja untuk bisa bertahan hidup, termasuk menjadi pelayan honorer di sejumlah restoran dan kafe di kawasan Paddington.

Selama 15 tahun merantau itu, Tonni tidak memiliki barang-barang berharga apapun kecuali uang tunai senilai 50 dolar Australia yang ditemukan polisi di saku celananya, kata Edy.

Sejak meninggal, jenazahnya disimpan di kamar mayat "Koroner" Sydney. Berdasarkan keterangan polisi NSW, tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan di tubuh pemuda yang pernah kuliah di jurusan Sastra Jepang Universitas Dharma Persada Jakarta (1993) dan tinggal di daerah Palmeriam, Matraman, Jakarta Timur ini, katanya.

Dari peristiwa Tonni Musa Sirait ini, Edy berpesan kepada seluruh WNI yang berkunjung dan apalagi berdomisili untuk masa waktu yang panjang agar melapor diri segera setelah tiba guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kehilangan paspor, sakit, dan meninggal dunia.

*) My updated news for ANTARA on March 10, 2009

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity