Saturday, February 21, 2009

KONFERENSI ERA BARU HUBUNGAN INDONESIA-AUSTRALIA DIMULAI

Konferensi yang membuka jalan baru bagi semakin kuatnya hubungan bilateral Indonesia-Australia di tingkat pemerintah dan rakyat kedua negara dimulai di Sydney, Kamis.

Berkaitan dengan konferensi yang diikuti sekitar 140 anggota delegasi dari kedua negara itu, Menteri Luar Negeri Nur Hassan Wirajuda sudah tiba di Sydney, Kamis pagi dengan penerbangan QF42 dari Jakarta.

Menlu Wirajuda dijemput Konsul Jenderal RI di Sydney Sudaryomo Hartosudarmo, Konsul Bidang Kekonsuleran KJRI Sydney Edy Wardoyo dan Pejabat Penghubung Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) Australia Robin Bednall.

Tidak lama setelah kedatangan Menlu, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu yang terbang dengan maskapai penerbangan Singapura Airlines (SQ221) juga tiba.

Dalam konferensi yang berlangsung di Hotel InterContinental Sydney itu, delegasi RI juga diperkuat Meneg Lingkungan Hidup (LH) Rachmat Witoelar. Ketiga menteri RI itu akan bertemu dengan para menteri Australia yang membidangi masalah luar negeri, perdagangan, lingkungan hidup dan perubahan iklim.

Pada Kamis siang, Menlu Hassan Wirajuda dan mitranya, Menlu Stephen Smith, mengadakan pertemuan bilateral dan dilanjutkan dengan konferensi pers bersama di ruang Premier Hotel InterContinental.

Pertemuan bilateral juga dilakukan Mendag Mari Pangestu dengan Mendag Australia Simon Crean, dan dilanjutkan dengan dialog dan makan siang bersama kalangan pengusaha kedua negara di "James Cook Ballroom" Hotel Intercontinental.

Sementara itu, Meneg LH Rachmat Witoelar akan berbicara pada sesi tiga konferensi, Jumat sore (20/2) yang mengupas tentang isu-isu lingkungan hidup bersama Menteri Perubahan Iklim Australia Penny Wong.

PM Rudd sampaikan pidato

Seluruh menteri dan anggota delegasi konferensi akan menghadiri jamuan makan Kamis malam yang sekaligus menandai perayaan 20 tahun berdirinya Lembaga Australia-Indonesia (AII). Pada kesepatan itu, Perdana Menteri Kevin Rudd menyampaikan pidato kunci bagi arah penguatan hubungan kedua negara.

Mengenai arti penting konferensi ini bagi pemerintah kedua negara, Minister Counselor Bidang Politik KBRI Canberra Samsu Rizal, menyebutnya sebagai peluang besar untuk memenangkan hati dan pikiran rakyat masing-masing negara dalam upaya memperkuat hubungan bilateral di masa depan.

"Sumbangan masyarakat madani di kedua negara terhadap penguatan hubungan bilateral sangat penting karena masyarakat madani merupakan bagian integral dari proses politik dalam negara demokrasi," katanya.

Dalam kaitan ini, rakyat kedua negara yang bertetangga ini perlu mengetahui secara lebih baik arti penting hubungan Indonesia-Australia secara proporsional, katanya.

"Konferensi yang menyoroti isu-isu kerja sama bidang demokrasi, pemerintahan yang bersih, pembangunan ekonomi dan perubahan iklim ini akan menjadi masukan bagi para pengambil keputusan di kedua negara," kata diplomat karir asal Medan ini.

Dilihat dari perjalanan sejarah hubungan kedua negara, terjadi pasang-surut dalam hubungan itu kendati dalam tiga tahun terakhir hubungan di tingkat pemerintah semakin menguat ditandai dengan tercapainya Perjanjian Lombok dan intensitas saling berkunjung para pejabat pemerintah dan anggota parlemen.

Namun di tingkat rakyat, hubungan bilateral kedua negara masih sering dihadang oleh adanya kecurigaan dan permusuhan seperti ditunjukkan oleh hasil survei Lembaga Pengajian Kebijakan Internasional "Lowy Institute" tahun 2006 dan Universitas Sydney tahun 2007.

Delegasi yang mengikuti konferensi hubungan Indonesia-Australia bertema "Mitra-Mitra di Era Baru" ini berasal dari berbagai latarbelakang profesi, seperti pengusaha, pegiat lingkungan hidup, masyarakat madani, akademisi dan peneliti8, anggota parlemen, pejabat pemerintah, dan pekerja media.

Di antara mereka yang hadir adalah para eksekutif senior perusahaan-perusahaan besar kedua negara seperti Rio Tinto, BHP, Leightons, Thiess, Santos, ANZ, Commonwealth Bank, Deacons, Corrs, Allens, Kelompok Wings, Petrolog, SCTV, Indomobil, Sinar Mas Grup, dan PT Jababeka.

Dari kalangan pejabat pemerintah, peneliti, tokoh masyarakat, dan pegiat lembaga kajian, hadir Ketua Lembaga Kajian Lowy, Allan Gyngell, Greg Fealy (Indonesianis ANU), Dr.Din Syamsuddin (Muhammadiyah), Yenny Wahid, Khofifah Indar Parawangsa, Andrew MacIntyre (ANU) dan Greg Barton (Universitas Monash).

Dari kalangan anggota parlemen dan pekerja media kedua negara, hadir antara lain Ketua Majelis Rendah Australia, Harry Jenkins, Ketua Komisi I DPR-RI Theo Sambuaga, serta para redaktur senior Harian Jakarta Post, ANTV, dan Majalah Tempo.

*) My news for ANTARA on Feb 19, 2009

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity