Menteri Luar Negeri Australia Stephen Smith mengatakan, sikap "berpuas diri" dan "kejutan" (surprise) merupakan dua ancaman nyata bagi penguatan hubungan Australia dan Indonesia.Berbicara dalam sesi pembukaan Konferensi Hubungan Indonesia-Australia di Sydney, Jumat, Menlu Smith mengatakan, sikap berpuas diri itu, misalnya tumbuh dari apresiasi pada frekuensi pertemuan dan saling kunjungan antarpejabat pemerintah semata.
Bahaya lain berupa kemunculan "surprise" dalam merespon isu-isu sensitif dalam hubungan kedua negara sebenarnya dapat dikurangi dan bahkan dihilangkan dengan penguatan hubungan di tingkat rakyat, katanya.
Menlu Smith mengakui, hubungan kedua negara di tingkat pemerintah sudah sedemikian baik, namun di tingkat rakyat masih tertinggal. "Kita ingin hubungan di tingkat rakyat kedua negara dapat mengejar capaian hubungan antarpemerintah," katanya.
Hambatan hubungan bilateral di tingkat rakyat terkait dengan masih adanya persepsi negatif publik masing-masing dalam melihat hubungan ini, seperti tercermin dari hasil survei Lembaga Kajian "Lowy Institute" Sydney tahun 2008.
Dalam survei itu, kata Smith, warga Australia merasa lebih hangat dengan Rusia dan Uni Emirat Arab dibandingkan dengan Indonesia, padahal kedua negara saling bertetangga.
Menlu RI Nur Hassan Wirajuda yang menyampaikan pernyataan setelah Stephen Smith dalam sesi pembukaan konferensi bertema "Mitra-Mitra di Era Baru" yang diikuti sekitar 140 orang anggota delegasi dari kedua negara itu, menekankan hubungan bilateral ini "bukan antara dua pemerintah saja".
"Rakyat Australia dan Indonesia merupakan pemilik bersama hubungan ini," katanya.
Hassan Wirajuda meminta seluruh pemangku kepentingan dari kalangan non-pemerintah di kedua negara, seperti pengusaha, akademisi, pekerja media, kaum wanita dan pemuda, pelajar, petani, kalangan eksekutif dan artis agar terlibat dalam apa yang disebutnya "diplomasi total" untuk memperkuat fondasi hubungan ini.
"Kemitraan (dua bangsa) pertama dibangun oleh saling mengenal dan menghargai. Kemudian diperluas dan diperkuat dengan aksi melalui kerja sama yang saling menguntungkan," katanya.
Konferensi yang berlangsung sampai Sabtu (21/2) siang diikuti sekitar 140 orang anggota delegasi dari kedua negara.
Mereka berasal dari berbagai latar belakang profesi, seperti pengusaha, pegiat lingkungan hidup, masyarakat madani, akademisi dan peneliti, anggota parlemen, pejabat pemerintah dan pekerja media.
Di antara mereka yang hadir adalah para eksekutif senior perusahaan-perusahaan besar kedua negara seperti Rio Tinto, BHP, Leightons, Thiess, Santos, ANZ, Commonwealth Bank, Deacons, Corrs, Allens, Kelompok Wings, Petrolog, SCTV, Indomobil, Sinar Mas Grup, dan PT Jababeka.
Dari kalangan pejabat pemerintah, peneliti, tokoh masyarakat, dan pegiat lembaga kajian, hadir Ketua Lembaga Kajian Lowy, Allan Gyngell, Greg Fealy (Indonesianis ANU), Din Syamsuddin (Muhammadiyah), Yenny Wahid, Khofifah Indar Parawangsa, Andrew MacIntyre (ANU) dan Greg Barton (Universitas Monash).
Dari kalangan anggota parlemen dan pekerja media kedua negara, hadir antara lain Ketua Majelis Rendah Australia, Harry Jenkins, Ketua Komisi I DPR-RI Theo Sambuaga, serta para redaktur senior Harian The Jakarta Post, ANTV, dan Majalah Tempo.*) My news for ANTARA on Feb 20, 2009

No comments:
Post a Comment