Tahun 2008 merupakan tahun kemajuan sekaligus ujian bagi hubungan bilateral Indonesia-Australia. Disebut tahun kemajuan dan ujian karena sepanjang 365 hari 2008, berbagai peristiwa dan dinamika yang memperkuat maupun yang menguji fondasi hubungan kedua negara terjadi.
Tanda-tanda kemajuan dalam hubungan kedua negara bertetangga yang latar belakang sosial, budaya, ekonomi maupun sistim politiknya bertolak belakang bak siang dan malam itu bisa dilihat dari intensitas pertemuan kepala pemerintahan dan kunjungan para menteri serta pimpinan parlemen kedua negara.
Menteri Luar Negeri Australia Stephen Smith mencatat setidaknya 29 kunjungan tingkat menteri kedua negara sejak Partai Buruh kembali berkuasa lebih dari setahun lalu.
Dalam sejarah pemerintahan PM Rudd, Indonesia tercatat sebagai negara pertama yang dikunjunginya setelah ia resmi dilantik sebagai perdana menteri menggantikan John Howard menyusul kemenangan partainya dalam Pemilu November 2007.
Kunjungan pertamanya ke Indonesia itu dimaksudkan untuk menghadiri KTT Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) di Bali yang berlangsung Desember 2007.
Tujuh bulan setelah kehadirannya di Bali yang memberinya kesempatan pertama bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ia kemudian melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya ke Jakarta.
Kunjungan ketiga PM Rudd ke Indonesia dilakukannya pada 9-10 Desember untuk menghadiri pertemuan Forum Demokrasi Bali yang penyelenggaraannya didukung kedua negara.
Bersama Presiden Yudhoyono, Rudd memimpin pertemuan internasional yang turut dihadiri Sultan Brunei Hassanal Bolkiah dan PM Timor Leste Xanana Gusmao.
Kalangan menteri dan pimpinan parlemen kedua negara juga melakukan saling kunjungan untuk memperkuat hubungan kedua negara.
Dari pihak Australia, beberapa anggota kabinet yang sudah berkunjung adalah Menlu Smith, Menteri Perdagangan Simon Crean, dan Menteri Pertahanan Joel Fitzgibbon.
Dari pihak Indonesia, tercatat Menlu Hassan Wirajuda, Menhan Juwono Sudarsono, Mendag Mari Pangestu, Menteri Pertanian Anton Apriyantono, Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi, Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta, dan Mendiknas Bambang Sudibyo.
Pertemuan Forum Menteri Australia-Indonesia (AIMF) ke-sembilan yang berlangsung 12 November lalu di Canberra menjadi puncak kegiatan bilateral yang menandai kemajuan hubungan kedua negara sepanjang 2008.
Dari kalangan parlemen tercatat Ketua Majelis Rendah Australia, Harry Jenkins dan Ketua DPR-RI Agung Laksono.
Dalam memajukan hubungan kedua negara, peranan parlemen tidak dapat dikesampingkan rakyat kedua negara mengingat posisi pentingnya sebagai lembaga tertinggi dalam pengambilan keputusan maupun proses politik.
Minister Counsellor Fungsi Politik KBRI Canberra, Samsu Rizal, mengatakan, melalui kunjungan pimpinan dan anggota parlemen kedua negara ini, kedua pihak dapat saling bertukar informasi mengenai perkembangan politik terakhir.
"Para aktor politik sendiri dapat menjembatani kesalahpahaman persepsi mengenai isu-isu yang terkait dengan hubungan kedua negara. Diharapkan juga muncul peluang-peluang kerja sama baru dari kunjungan ini," katanya.
Terlihat sejak awal
Rekam jejak kemajuan hubungan Indonesia-Australia, terutama dalam ranah politik, sudah terlihat sejak PM Rudd mengambil alih tampuk kekuasaan dari kubu Koalisi Partai Liberal-Nasional pimpinan John Howard.
Betapa tidak, Perjanjian Keamanan Indonesia-Australia yang ditandatangani di era pemerintahan Howard mendapat dukungan penuh pemerintahan PM Rudd.
Proses verbal pertukaran nota diplomatik yang menandai pemberlakuan resmi Perjanjian Lombok yang dipandang sebagai payung hubungan dan kerja sama bilateral yang lebih luas itu ditandatangani Menlu Hassan Wirajuda dan Menlu Stephen Smith di Perth 7 Februari 2008.
Dalam persoalan 43 warga Indonesia asal Papua yang diberi visa proteksi sementara oleh pemerintahan Howard tahun 2006, pemerintah kedua negara saat ini justru tampak semakin dewasa dalam menyikapi isu sensitif tersebut.
Kemajuan ini setidaknya dapat dilihat dari proses kepulangan Hana Gobay dan Yubel Kareni ke Indonesia pada 23 September lalu, serta Yunus Wainggai, dan putrinya, Anike Wainggai, 29 November lalu.
Kepulangan mereka ini hampir tidak mungkin terjadi di era pemerintahan Howard. Sebaliknya, justru di era Howard-lah, masalah 43 orang pencari suaka asal Papua Barat ini terjadi dan sempat memperburuk hubungan kedua negara.
Beberapa bukti lain dari menguatnya fondasi persahabatan kedua negara di tahun 2008 ini juga dapat dilihat dari kerja sama dalam koordinasi tanggap bencana regional, dan kesediaan Australia memberikan pinjaman dana darurat senilai lebih dari tiga miliar dolar Australia kepada Indonesia untuk menghadapi krisis keuangan dunia.
Di balik rekam jejak positif dalam hubungan Indonesia-Australia sepanjang tahun ini, ada satu masalah yang sempat menggusarkan Canberra. Kegusaran itu tiada lain dipicu oleh "serbuan" kapal-kapal pengangkut pencari suaka asing ke perairan Australia yang melibatkan sejumlah nakhoda dan awak Indonesia.
Kendati Australia memberi sanksi hukum yang keras, yakni 20 tahun penjara, bagi orang-orang yang terbukti menyelundupkan lima atau lebih warga asing ke negaranya, jumlah kapal pengangkut pencari suaka yang ditangkap tahun ini justru naik menjadi tujuh unit dari lima unit pada 2007.
Sejak akhir September hingga Desember 2008, sudah ada tujuh kapal pengangkut pencari suaka yang ditangkap di perairan negara itu. Umumnya puluhan pencari suaka yang masuk ke Australia dengan membeli jasa jaringan penyelundup manusia itu berasal dari Afghanistan, Sri Lanka, dan Iran.
Kapal pertama dan kedua yang ditangkap dalam kasus penyelundupan manusia dinakhodai warga negara Indonesia asal Dompu, Bima, Nusa Tenggara Barat, dan Flores, Nusa Tenggara Timur. Mereka ditangkap pada 29 September dan 6 Oktober.
Kapal ketujuh yang ditangkap sekitar 110 mil timur laut Darwin 16 Desember lalu berpenumpang 37 orang. Seluruh penumpang, termasuk nakhoda dan awak kapal, diproses dan ditahan di Pusat Penahanan Imigrasi Australia di Pulau Christmas, Australia Barat.
Menlu Stephen Smith menggarisbawahi pentingnya kerja sama yang baik dengan Indonesia dan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara dalam menangani masalah penyelundupan manusia ini.
Sinyal positif telah disampaikan pemerintah Indonesia yang berjanji mengekstradisi Hadi Achmadi, orang yang diduga merupakan bagian dari simpul penting jaringan kejahatan penyelundupan manusia ke Australia.
*) My news article for ANTARA on Dec 31, 2008
No comments:
Post a Comment