Thursday, August 21, 2008

KBRI WELLINGTON BAGIKAN BUKU 50 TAHUN HUBUNGAN RI-SELANDIA BARU

Kedutaan Besar RI di Wellington , Selandia Baru akan membagikan buku bertajuk 50 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Selandia Baru bertepatan dengan penyelenggaraan resepsi perayaan HUT RI ke-63 awal September mendatang, kata Sekretaris I Fungsi Pensosbud KBRI Wellington, Tri Purnajaya.

"Pada awal September akan diadakan resepsi perayaan 17-an sekaligus 50 tahun hubungan diplomatik (Indonesia-Selandia Baru) dimana KBRI akan membagikan buku "50 Years of Indonesia-NZ Diplomatic relations" dan menampilkan artis-artis Indonesia," katanya dalam penjelasannya kepada ANTARA Brisbane, Rabu.

Tahun 2008 menandakan 50 tahun hubungan diplomatik kedua negara. Rangkaian kegiatan perayaan momen bersejarah itu telah dilakukan. Beberapa di antaranya adalah pertandingan golf, pameran fasyen batik di Auckland yang menghadirkan perancang ternama, Adjie Notonegoro, dan seminar.

Selain itu, dilangsungkan pula konferensi dan lokakarya tentang penurunan risiko bencana di Hotel Borobudur Jakarta pada 5-6 Agustus 2008.

Dalam acara yang disponsori pemerintah kedua negara itu, hadir Menteri Urusan Pertahanan Sipil Selandia Baru dan 20 orang anggota delegasi yang terdiri atas para pakar dan ahli manajemen bencana alam negara itu, katanya.

"Menurut kami, Selandia Baru memiliki teknologi, pengalaman dan kemampuan di bidang mitigasi dampak bencana alam. Sebagai negara yg terletak di 'ring of fire' (cincin api, wilayah rawan gempa), Selandia Baru memiliki tingkat kewaspadaan dan ketahanan komunitas yang tinggi. Pengalaman mereka dapat diadopsi Indonesia," katanya.

Sejarah diplomasi

Informasi Deplu RI menyebutkan, hubungan diplomatik kedua negara telah ada sejak 1958. Pada awalnya, Indonesia hanya menempatkan seorang wakilnya di KBRI Canberra hingga tahun 1967. Dalam kurun waktu itu, kepentingan Indonesia di Selandia Baru ditangani oleh konsul jenderal kehormatan di Auckland.

Antara tahun 1968 - 1973, Indonesia menempatkan kuasa usaha di KBRI Wellington tetapi masih tetap di bawah naungan KBRI Canberra.

Baru pada 1973, Indonesia menempatkan seorang duta besar di Wellington, yakni Mayor Jenderal Sutikno Lukitodisastro. Sejak itu, KBRI Wellington berdiri sendiri sehingga terpisah dari Kedubes di Australia .

Wilayah akreditasi KBRI Wellington tidak hanya meliputi Selandia Baru tetapi juga negara-negara Republik Kepulauan Fiji (sejak tahun 1975 hingga berdirinya KBRI Suva tahun 2002), Samoa (sejak tahun 1978) dan Kerajaan Tonga (sejak tahun 1994).

Hubungan kedua negara tidak dapat dilepaskan dari kegiatan pendidikan Bahasa Inggris bagi guru-guru bahasa Inggris dibawah kerangka Colombo Plan pada akhir 1950-an.

Dalam perkembangannya, hubungan kedua negara secara umum berjalan baik kendati isu-isu penegakan hukum atas tuduhan pelanggaran hak azasi manusia di Timor Timur, penanganan masalah Aceh dan penyelesaian persoalan Papua masih sering menjadi ganjalan.

Pada saat sebagian wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Pulau Nias, Sumatera Utara, dilanda bencana tsunami 2004, Selandia Baru ikut mengirim bantuan dana, barang dan personil militernya guna membantu para korban bencana.

Bahkan Selandia Baru juga ikut dalam KTT Penanggulangan Tsunami di Jakarta Januari 2005.

Bagi Selandia Baru, Indonesia merupakan kekuatan regional yang penting. Negara itu menghargai peranan Indonesia dalam menjaga stabilitas politik dan keamanan di kawasan Asia Tenggara.

Di era reformasi, Presiden Abdurrahman Wahid, sempat mengunjungi negara itu pada 2001. Setahun kemudian, Perdana Menteri Helen Clark ke Jakarta sebagai balasan atas kunjungan Presiden Wahid. Pada April 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga mengadakan kunjungan kenegaraan ke Selandia Baru.

Hubungan perdagangan

Di bidang perdagangan bilateral, Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Selandia Baru mencatat hubungan keduanya berjalan dengan baik. Pada 2006, total nilai perdagangan kedua negara mencapai 1,35 miliar dolar Selandia Baru.

Indonesia merupakan pasar ekspor terbesar ke-10 bagi Selandia Baru. Di pasar Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara, Indonesia merupakan mitra dagang bilateral ke-empat terbesar. Nilai ekspor Selandia Baru ke Indonesia (2006) mencapai 613 juta dolar Selandia Baru atau meningkat 31 persen dari tahun sebelumnya.

Beberapa produk ekspor negara itu adalah produk susu, daging sapi dan produk kayu, sedangkan Indonesia mengekspor produk-produk seperti bahan bakar minyak dan minyak mentah, batubara, karet alam, tekstil, dan produk garmen dan sepatu.

Di bidang pendidikan, pada 2006, ada 600 orang pelajar dan mahasiswa Indonesia yang belajar di berbagai lembaga pendidikan di Selandia Baru.

*) My news for ANTARA on August 13, 2008

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity