
Roda kehidupan seorang wartawan aktif selalu berputar di poros peristiwa yang silih berganti. Dalam hal ini, jurnalis lebih sering tampil sebagai "subyek" bukan "obyek" liputannya. Tapi sang takdir kehidupan terkadang menjadikannya "obyek" peliputan rekan-rekan seprofesinya.
Kondisi itulah yang sejak 18 Juli lalu dihadapi Peter Llyod, koresponden Australian Broadcasting Corporation (ABC) untuk Biro Asia Selatan setelah ia tersandung kasus narkoba di Singapura.
Siapa yang pernah menyangka sebelumnya, Peter yang pernah "gegap gempita" meliput kasus penyelundupan heroin sembilan warga negara Australia di Bali yang kemudian mendapat predikat sebutan "Bali Nine" oleh media Australia ini justru tersandung kasus yang sama.
Wartawan senior ABC yang telah makan asam garam peliputan berbagai peristiwa besar dunia ini memang sudah tak asing dengan Indonesia.
Menurut I Nyoman Darma Putra yang pernah bekerja sebagai asisten koresponden ABC di Bali selama empat tahun (2002-2006), perkenalannya dengan dinamika peristiwa besar di Indonesia itu tidak hanya terbatas pada kasus "Bali Nine" atau "Schapelle Corby" tahun 2005.
Jauh sebelum itu, Peter Llyod justru sudah terlibat dalam peliputan kasus Bom Bali 2002. "Saya pernah bekerja dengan dia ketika meliput kasus Bom Bali 2002, sidang-sidang Bom Bali, dan peringatan setahun Bom Bali. Waktu itu dia ngepos di Bangkok, dan dengan cepat bisa datang ke Bali kalau ada berita yang harus diliput."
Sebagai wartawan senior, Peter yang kasusnya kini menghiasi pemberitaan luas media Australia dan internasional itu dapat dengan cepat menulis berita dan membuat "angle" berita yang tajam baik untuk keperluan Radio ABC maupun TV ABC, kata Darma Putra.
Dalam peliputan kasus "Bali Nine", Darma Putra mengatakan, dia bersama Peter hampir selama seminggu "ngepos" di Polda Bali.
Cerita di balik penugasan Peter Llyod untuk meliput kasus 8,2 kilogram heroin yang gagal diselundupkan oleh sembilan pemuda Australia ke negaranya dari Bali pada 17 April 2005 itu tidak dapat dilepaskan dari cutinya wartawan ABC biro Jakarta saat itu.
"Peter meliput kasus penyelundupan heroin warga Australia, Bali Nine. Saat berita muncul, wartawan (ABC) biro Jakarta sedang cuti. Jadi Peter meluncur dari Bangkok ke Bali, dan kami bekerja 'around the clock' (24 jam) karena berita ini berita besar," kata Darma Putra kepada ANTARA di Brisbane, Rabu.
Saat penugasannya di Bali itu, dia pun sempat meliput kasus Schapelle Corby, perempuan Gold Coast Queensland yang divonis 20 tahun penjara oleh PN Denpasar karena terbukti menyelundupkan 4,2 kilogram mariyuana tahun 2004.
"Saat itu kasus Corby memasuki tahap persidangan," katanya mengenang pengalamannya saat mendukung peliputan Peter Llyod di Bali sekitar tiga tahun lalu itu.
Di mata Darma Putra, Peter adalah sosok jurnalis berpengalaman dan cerdas. Dia pun "berjasa buat Bali", khususnya dalam melaporkan kepulihan industri pariwisata Bali pasca-tragedi Bom Bali 2002 karena setiap kali liputan di Pulau Dewata, dia selalu tertarik menulis berita pariwisata.
Kini, Peter terjerat kasus narkoba. Kasus hukum yang menimpa wartawan ABC berusia 41 tahun ini tidak hanya mengejutkan media tempatnya bekerja tetapi juga publik Australia. Tidak sedikit dari mereka yang bersimpati kepadanya. Salah seorang yang berempati pada nasibnya itu adalah Justine Lane, warga Australia asal Sydney.
Rasa empati itu dituliskan Lane saat memberikan opini pembaca atas berita situs "www.news.com.au" berjudul "ABC Has Right to Defend Jailed Journalist" (ABC Punya Hak Membela Wartawan yang Ditahan).
Dia mengatakan, rasa sakit dan derita yang kini dirasakan Peter dan keluarganya turut pula ia rasakan.
"Saya sangat percaya kita harus menawarkan bantuan apapun yang mungkin untuk menolongnya untuk membela diri atas tuduhan yang ditimpakan padanya. Apapun kondisinya, tak ada hal positif yang bisa didapat dari dia yang sedang ditahan dan dihukum di Singapura."
"Peter sudah berbuat banyak menolong orang di seluruh dunia dengan mengungkap cerita-cerita mereka ke permukaan. Sekarang saatnya kita membantu dia," tulis Lane.
Perkembangan kasusnya
Setelah hampir sepekan kasusnya bergulir, hari Rabu (23/7), Peter Llyod bisa sedikit lega karena pengadilan Singapura akhirnya "membebaskannya" dari penjara setelah ia membayar uang jaminan sebesar 45 ribu dolar Australia. Namun proses persidangan kasusnya masih terus berlangsung.
Kepastian tentang "bebasnya" Llyod dengan uang jaminan yang disampaikan teman Singapuranya bernama Mohamed Mazlee bin Abdul Malik, kepada pihak pengadilan itu disampaikan jaringan pemberitaan ABC dan dilansir Stasiun Televisi "SBS" dalam buletin beritanya Rabu malam.
Sebagai bagian dari syarat pembebasannya, dia harus tetap berada di negara itu dan lapor diri tiga kali seminggu kepada otoritas terkait Singapura. Jumat pekan ini, dia pun harus kembali menghadiri proses persidangan.
Wartawan kawakan ini sudah ditahan aparat hukum Singapura sejak hampir sepekan dengan tuduhan bahwa yang bersangkutan telah memakai dan memperdagangkan narkoba jenis "ice".
Sebelumnya ABC melaporkan bahwa selain lapor diri tiga kali seminggu, dua kondisi lain yang harus dipenuhinya untuk bisa "keluar" dari penjara sambil menunggu proses persidangan kasusnya adalah lapor diri yang ketat dan menyerahkan paspornya kepada otoritas hukum Singapura.
Menteri Luar Negeri Australia Stephen Smith yang tengah berada di Singapura untuk menghadiri beberapa pertemuan multilateral, termasuk Forum Regional Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) menyambut baik cara Singapura menangani kasus Peter Llyod.
Menlu Smith juga puas dengan perawatan baik yang diterima Llyod atas infeksi mata serius yang dideritanya.
Kabar penangkapan Llyod disampaikan Direktur ABC News, John Cameron, 18 Juli lalu.
Koresponden ABC di New Delhi, India, ini ditangkap aparat Biro Narkotika Pusat (CNB) Singapura bersama barang bukti 0,8 gram narkoba jenis "ice" saat cuti dari tugas di negara itu.
Penangkapan dirinya itu dilakukan setelah aparat hukum Singapura menahan seorang warga negaranya berusia 31 tahun. Jika terbukti bersalah di pengadilan, Peter Llyod terancam hukuman lima hingga 20 tahun penjara dan lima hingga 15 kali hukuman cambuk.
Bagaimana perjalanan karir jurnalistik Peter Lloyd?
Menurut ABC, Peter mulai bergabung dengan ABC pada 1988 namun kemudian dia pindah ke Inggris dan bekerja untuk BBC dan Sky News Inggris. Dua tahun kemudian (2000) dia kembali bergabung dengan ABC sebagai wartawan dengan pengalaman yang lengkap mulai dari divisi pemberitaan televisi hingga radio.
Penugasannya di Biro Asia Selatan dijalaninya sejak pertengahan tahun 2002. Dari New Delhi, dia meliput berbagai peristiwa penting dan menarik yang terjadi di India, Pakistan, Afghanistan, Sri Lanka, Bangladesh, Nepal, Bhutan, dan Maladewa.
Antara 2002 dan pertengahan 2006, Lloyd ditempatkan di Bangkok untuk meliput isu-isu Asia Tenggara di Thailand, Myanmar, Laos, Kamboja, Vietnam, Malaysia, Brunei, Singapura, dan Filipina.
*) My news-article for ANTARA on July 23, 2008
2 comments:
Sangat memprihatinkan seorang wartawan ditangkap karena narkoba. Ironisnya, ia justru terjerat oleh sesuatu hal yang ia lawan sebelumnya, lewat berita-berita yang ia tulis. Terjerembab ke dalam lubang yang ia ingin tutup.
*****
Ngomong-ngomong apa kabar, Bang? Sudah lama kita tak bersua.
kabar baik saja sobat. sorry banget, saya terlambat merespons tanggapanmu ini. saya sempat cuti hampir 2 minggu dan sengaja tak mau bersentuhan dengan segala hal yang berkaitan dengan pekerjaan. he..he.. akibatnya terbangkalai nih blog.
Post a Comment