Sunday, May 25, 2008

NELAYAN RI YANG DITAHAN AUSTRALIA TAK TAHU HAK HUKUM MEREKA

Para nelayan Indonesia yang ditangkap kapal-kapal patroli Australia, umumnya tidak mengetahui hak-hak hukum mereka dan buruknya pengetahuan mereka tentang hak-hak tersebut merupakan masalah terbesar yang dihadapi mereka selama ini, kata seorang pengacara senior LBH Australia di Darwin, Sabtu.

"Pengetahuan yang buruk tentang hak-hak legal (hukum) ini adalah masalah terbesar para nelayan Indonesia," kata Tony Young, pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Australia, yang selama ini menangani kasus nelayan asal Indonesia.

Masalah ketidakpahaman para nelayan Indonesia akan hak-haknya saat mulai ditangkap hingga ditahan otoritas Australia atas tuduhan terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan secara tidak sah (illegal fishing) itu, sebelumnya juga terungkap dalam pertemuan Duta Besar RI untuk Australia dan Vanuatu TM Hamzah Thayeb dan pihak LBH Darwin.

Dalam pertemuan yang dihadiri sejumlah pengacara LBH, termasuk Tony Young, Colin McDonald, dan Greg Smith itu, terungkap usul tentang perlunya pemberdayaan pengetahuan para nelayan RI tentang hak-hak hukumnya karena selama ini mereka tampaknya tidak mengetahui semua itu.

Pengacara LBH Greg Smith mengatakan, selain ketidaktahuan para nelayan Indonesia tentang hak-haknya, ada faktor budaya yang tampaknya tidak membuat mereka mudah menerima atau memahami dengan benar sejak awal peran para pengacara LBH bagi kepentingan masalah hukum mereka.

Para nelayan itu umumnya tidak memahami bahwa LBH itu bukanlah lembaga yang mewakili pemerintah Australia dan para pengacara LBH bekerja secara profesional tanpa menarik pungutan biaya apapun dari mereka, katanya.

Dalam pertemuan yang menjadi bagian dari rangkaian kegiatan kunjungan Dubes Thayeb di Darwin pada Jumat dan Sabtu itu, terungkap pula kesulitan pemberian akses kekonsuleran maupun bantuan hukum kepada para nelayan dari sejak dari awal mereka ditahan di Darwin karena birokrasi dan aturan otoritas terkait Australia.

Untuk mengatasi masalah akses kekonsuleran yang merupakan bagian dari upaya perlindungan terhadap warga negara RI di luar negeri, dalam pertemuan yang berlangsung di gedung "William Foster Chambers", 26 Harry Chan Avenue, Darwin, terungkap pemikiran tentang perlunya pengaturan kekonsuleran Indonesia-Australia.

Dalam konteks ini, Australia sudah memiliki kesepakatan kekonsuleran dengan China dan Vietnam.

Sementara itu, dalam pertemuan tersebut, Pengacara senior LBH, Colin McDonald, sempat menyinggung tentang kasus tuntutan ganti rugi Nakhoda kapal ikan Indonesia "Kembar Jaya bernama La Bara kepada pemerintah federal karena ia merasa ditangkap kapal patroli Australia saat masih di dalam wilayah Indonesia.

Ia mengatakan, pihaknya sebagai kuasa hukum La Bara masih terus memperjuangkan kasus ini.

La Bara sudah kehilangan kapalnya karena sudah dihancurkan otoritas kapal patroli Australia di laut, sedangkan La Bara sudah dipulangkan ke Indonesia, katanya.

Sehari sebelumnya, Dubes Thayeb sempat bertemu otoritas imigrasi dan manajemen perikanan Australia (AFMA) serta shalat Jumat bersama dengan puluhan nelayan yang diikuti dengan acara dialog dengan mereka di dalam Pusat Penahanan Darwin.

Pada Sabtu malam, Dubes Thayeb menghadiri jamuan makan malam bersama berbagai kalangan Australia yang merupakan "Friends of Indonesia" (sahabat Indonesia).

Acara yang berlangsung di rumah kediaman Colin Mc Donald itu, Jaksa Agung Robert McClelland juga hadir.

Dubes dan kedua stafnya tiba di ibukota NT itu pada Jumat dinihari dan kembali ke Canberra, Minggu.

*) My news for ANTARA on May 24, 2008

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity