Para nelayan Indonesia yang ditangkap kapal-kapal patroli Australia, umumnya tidak mengetahui hak-hak hukum mereka dan buruknya pengetahuan mereka tentang hak-hak tersebut merupakan masalah terbesar yang dihadapi mereka selama ini, kata seorang pengacara senior LBH Australia di Darwin, Sabtu."Pengetahuan yang buruk tentang hak-hak legal (hukum) ini adalah masalah terbesar para nelayan Indonesia," kata Tony Young, pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Australia, yang selama ini menangani kasus nelayan asal Indonesia.
Masalah ketidakpahaman para nelayan Indonesia akan hak-haknya saat mulai ditangkap hingga ditahan otoritas Australia atas tuduhan terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan secara tidak sah (illegal fishing) itu, sebelumnya juga terungkap dalam pertemuan Duta Besar RI untuk Australia dan Vanuatu TM Hamzah Thayeb dan pihak LBH Darwin.
Dalam pertemuan yang dihadiri sejumlah pengacara LBH, termasuk Tony Young, Colin McDonald, dan Greg Smith itu, terungkap usul tentang perlunya pemberdayaan pengetahuan para nelayan RI tentang hak-hak hukumnya karena selama ini mereka tampaknya tidak mengetahui semua itu.
Pengacara LBH Greg Smith mengatakan, selain ketidaktahuan para nelayan Indonesia tentang hak-haknya, ada faktor budaya yang tampaknya tidak membuat mereka mudah menerima atau memahami dengan benar sejak awal peran para pengacara LBH bagi kepentingan masalah hukum mereka.
Para nelayan itu umumnya tidak memahami bahwa LBH itu bukanlah lembaga yang mewakili pemerintah Australia dan para pengacara LBH bekerja secara profesional tanpa menarik pungutan biaya apapun dari mereka, katanya.
Dalam pertemuan yang menjadi bagian dari rangkaian
kegiatan kunjungan Dubes Thayeb di Darwin pada Jumat dan Sabtu itu, terungkap pula kesulitan pemberian akses kekonsuleran maupun bantuan hukum kepada para nelayan dari sejak dari awal mereka ditahan di Darwin karena birokrasi dan aturan otoritas terkait Australia.
Untuk mengatasi masalah akses kekonsuleran yang merupakan bagian dari upaya perlindungan terhadap warga negara RI di luar negeri, dalam pertemuan yang berlangsung di gedung "William Foster Chambers", 26 Harry Chan Avenue, Darwin, terungkap pemikiran tentang perlunya pengaturan kekonsuleran Indonesia-Australia.
Dalam konteks ini, Australia sudah memiliki kesepakatan kekonsuleran dengan China dan Vietnam.
Sementara itu, dalam pertemuan tersebut, Pengacara senior LBH, Colin McDonald, sempat menyinggung tentang kasus tuntutan ganti rugi Nakhoda kapal ikan Indonesia "Kembar Jaya bernama La Bara kepada pemerintah federal karena ia merasa ditangkap kapal patroli Australia saat masih di dalam wilayah Indonesia.
Ia mengatakan, pihaknya sebagai kuasa hukum La Bara masih terus memperjuangkan kasus ini.
La Bara sudah kehilangan kapalnya karena sudah dihancurkan otoritas kapal patroli Australia di laut, sedangkan La Bara sudah dipulangkan ke Indonesia, katanya.
Sehari sebelumnya, Dubes Thayeb sempat bertemu otoritas imigrasi dan manajemen perikanan Australia (AFMA) serta shalat Jumat bersama dengan puluhan nelayan yang diikuti dengan acara dialog dengan mereka di dalam Pusat Penahanan Darwin.
Pada Sabtu malam, Dubes Thayeb menghadiri jamuan makan malam bersama berbagai kalangan Australia yang merupakan "Friends of Indonesia" (sahabat Indonesia).
Acara yang berlangsung di rumah kediaman Colin Mc Donald itu, Jaksa Agung Robert McClelland juga hadir.
Dubes dan kedua stafnya tiba di ibukota NT itu pada Jumat dinihari dan kembali ke Canberra, Minggu.
*) My news for ANTARA on May 24, 2008

No comments:
Post a Comment