Genderang "perang" memperebutkan kursi perdana menteri Australia telah ditabuh John Howard dan Kevin Rudd sejak hari Minggu (14/10), setelah Howard mengumumkan 24 November sebagai tanggal penyelenggaraan Pemilu Federal 2007.
Politisi gaek berusia 68 tahun yang berasal dari Negara Bagian New South Wales (NSW) dan berlatar pendidikan sarjana hukum dari Universitas Sydney itu ditantang Kevin Rudd, politisi Partai Buruh Australia (ALP), dalam pemilu yang akan menentukan nasib karir politik Howard ke depan.
Jika Howard berambisi mengukir sejarah perpolitikan di negaranya sebagai orang yang lima kali berturut-turut menjadi perdana menteri, politisi ALP berusia 50 tahun asal Queensland, pintar berbahasa Mandarin, dan lulusan Fakultas Studi-Studi Asia Universitas Nasional Australia (ANU) itu justru ingin menjegal ambisi Howard itu.
Kevin Rudd bersama ALP, partai yang dimasukinya sejak tahun 1972, juga berhasrat besar untuk membalas kekalahan demi kekalahan ALP atas kubu Koalisi Partai Liberal-Nasional yang telah berkuasa selama 11 setengah tahun pada Pemilu 24 November 2007 itu.
Sejak keduanya memulai kampanye resmi pada 14 Oktober, Howard dan Rudd sudah saling mengingatkan para pemilih tentang pentingnya memahami makna perubahan kepemimpinan bagi masa depan Australia.
Seperti dilaporkan Harian "Sydney Morning Herald" (SMH), Howard mengingatkan publik pemilih di negerinya untuk tidak mengambil risiko demi perubahan dengan menjanjikan sebuah "kepemimpinan yang tepat".
"Cintai saya atau benci saya," kata Howard. Sebaliknya Kevin Rudd mengusung tema "kepemimpinan baru" dan mengingatkan para pemilih akan ancaman status-quo karena "tidak adanya perubahan pemerintahan merupakan risiko yang lebih besar".
Di tengah dimulainya pertarungan menuju kursi perdana menteri itu, hasil survei terbaru Suratkabar "The Australian" yang dipublikasi Senin (15/10) justru semakin mempertegas keunggulan Kevin Rudd dan ALP atas Howard dan Koalisi Partai Liberal-Nasional yang berkuasa.
Dalam hasil survei terbaru suratkabar milik konglomerat media global Rupert Murdoch itu, ALP unggul 12 poin dari kubu koalisi namun jajak pendapat Galaxy untuk Suratkabar "Courier Mail" Brisbane menunjukkan kubu ALP masih harus berjuang keras meraih kursi-kursi kunci di Queensland.
Keunggulan kubu Rudd seperti ditunjukkan survei terbaru "The Australian" itu merupakan perulangan dari berbagai sukses Rudd dan ALP dalam berbagai survei dalam dua pekan terakhir.
Namun, untuk bisa mengakhiri pemerintahan Howard itu, kubu ALP harus mampu menambah sedikitnya 17 kursi dalam Pemilu yang akan berlangsung sekitar enam minggu lagi itu.
Bagi kubu Howard yang merasa berhasil membangun perekonomian Australia, wacana ekonomi menjadi isu sentral kampanyenya.
Dalam konteks ini, pengalaman mengelola ekonomi negara dianggap kubu pemerintah yang berkuasa sebagai faktor yang patut dipertimbangkan para pemilih dalam menentukan pilihan supaya "jangan asal ada perubahan".
Hari Senin (15/10), Howard dan Bendarahara Persemakmuran yang juga wakilnya di Partai Liberal, Peter Costello, mengumumkan rencana kubu koalisi memangkas pajak pendapatan senilai 34 miliar dolar Australia selama lebih dari tiga tahun serta menjelaskan garis besar kebijakan fiskal dan anggaran negara.
Pemangkasan pajak pendapatan yang diyakini Costello tetap membuat anggaran negara surplus sebesar satu persen dari Produk Domestik Bruto (GDP) Australia itu, diperuntukkan bagi 98 persen pembayar pajak dan diyakini sangat berpengaruh positif bagi penambahan pendapatan keluarga-keluarga Australia.
Apa komentar para calon pemilih tentang janji kampanye kubu Howard ini?
Bagi Ekonom senior HSBC, John Edwards, seperti dikutip ABC, pemotongan pajak pendapatan yang dijanjikan kubu Howard itu dikhawatirkan akan mendorong inflasi dan meningkatkan suku bunga.
Pesimis dan ingin perubahan
Di kalangan warga Australia juga muncul kekhawatiran dan pesimisme terhadap janji kampanye Howard.
Seorang warga bernama Martin mengomentari berita ABC tentang rencana kubu Howard memangkas pajak pendapatan tersebut sebagai "janji kosong politisi menjelang Pemilu" dan menyebutnya sebagai "perilaku menjilat."
Sependapat dengan Martin, Peter Kay mengatakan, ia tidak merasa gembira dan tidak ingin dibodohi Howard.
Menurut dia, Howard hanya berupaya "membeli suara" publik padahal selama 11 tahun berkuasa dia terus mengebiri pendidikan tinggi, layanan sosial, publik, kesehatan dan investasi di bidang infrastruktur.
"Anda telah merusak sifat moral negeri ini, menafkahi para senofobis dan melembagakan ketidakjujuran. Sekarang Anda meminta kita membayar suap keputusasaanmu yang terakhir itu. Tak akan John," katanya.
Lain lagi kata Steve. Mengaku sebagai pemilih yang belum bersikap, ia justru berjanji mengalihkan suaranya ke kubu Kevin Rudd dalam Pemilu 24 November setelah merasa janji Howard sebagai sesuatu yang paradoks, karena sudah menjadi tugas pemerintah melayani rakyat bukan sekadar janji pemotongan pajak pendapatan.
"Pemerintah ada untuk melayani kita. Kita tidak mengatasi pajak dan kita tidak mendapat pelayanan-pelayanan maupun investasi yang kita butuhkan untuk tumbuh sejahtera sebagai sebuah negara," katanya.
Pesimisme para calon pemilih terhadap janji terbaru Howard itu seakan mengamini keakuratan analisa Antony Green, analis Pemilu kawakan Australian Broadcasting Corporation (ABC).
Green melihat situasi pertarungan Howard-Rudd ini sangat berbeda dengan Pemilu 2004 dimana Howard dengan mudahnya "menaklukkan" Mark Latham.
Selain itu, pola persepsi para calon pemilih yang biasanya cenderung lebih positif terhadap kubu koalisi setelah Pemerintah Federal mengumumkan anggaran negara pada bulan Mei lalu seperti pengalaman Pemilu 2001 dan 2004 kini juga sudah berubah.
Hanya saja, bukan berarti perjalanan kubu ALP menuju Canberra mulus-mulus saja karena, dalam beberapa Pemilu Federal, partai yang kini dipimpin Kevin Rudd itu tidak selalu "mujur" di wilayah pemilihan Queensland dan Australia Selatan.
Sebagaimana dicatat Green, kinerja mesin politik ALP tidak pernah baik di dua negara bagian itu sejak 1996 padahal untuk bisa memenangkan Pemilu Federal 2007, partai itu setidaknya mampu menambah 17 kursi.
Bagaimana akhir dari drama pertarungan Howard dan Rudd ini akan ditentukan para pemilih pada 24 November nanti.
Namun, Rudd tampaknya sudah bertekad untuk menyingkirkan Howard, politisi gaek yang sudah berkuasa sejak 11 Maret 1996. "Untuk (bisa) menang, kita harus membuat sejarah," katanya.
*) dipublikasi ANTARA pada 15 Oktober 2007
No comments:
Post a Comment