Tuesday, February 17, 2009

TOKOH AGAMA ASIA PASIFIK SEPAKAT AGAMA BUKAN PEMICU AKSI KEKERASAN

Para tokoh beragam agama yang menghadiri KTT "Antar Iman" (Interfaith Summit) se-kawasan Asia Pasifik di Brisbane, Rabu, sependapat bahwa agama bukan merupakan akar pemicu aksi kekerasan namun agama bisa disalahgunakan kalangan tertentu untuk memenuhi ambisi agenda politik mereka.

Para tokoh agama tersebut adalah tokoh gereja Anglikan Australia, Phillip Aspinall, Wakil Presiden Federasi Dewan Buddha Australia, Mohini Gunesekera, Sekretaris Dewan Hindu Australia, Vijai Singhal, dan mantan presiden RI yang juga tokoh Nahdlatul Ulama (NU), Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Mereka menyampaikan pandangan tersebut dalam sesi tanya jawab diskusi panel pertama yang mengupas soal peran agama-agama dalam membangun perdamaian dan harmoni di Australia dan kawasan Asia Pasifik.

Tokoh gereja Anglikan Phillip Aspinall mengatakan, "agama hanya digunakan sebagai kendaraan dalam aksi kekerasan demi mewujudkan agenda tertentu."
Pandangan Aspinall itu diamini Mohini Gunesekera. Tokoh agama Buddha di Australia itu menegaskan dirinya tidak percaya bahwa agama merupakan faktor penyebab timbulnya kekerasan namun terkadang agama dipakai orang-orang tertentu untuk mendapatkan dukungan atas agenda politik mereka.

Bagi Vijai Singhal, akar pemicu banyak konflik dan peperangan di dunia sama sekali bukanlah agama melainkan kepentingan ekonomi. "Kalau kita analisa akar penyebab banyak persoalan dunia, akar penyebabnya adalah ekonomi. Sebagai contoh, kelompok masyarakat tertentu dieksploitasi oleh kelompok lain," katanya.

Kaum fundamentalis

Sementara itu, dalam paparannya, Gus Dur menyoroti tantangan kaum fundamentalis di Indonesia.

Tokoh NU dan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menegaskan keyakinannya bahwa perjuangan rakyat Indonesia yang memegang teguh UUD 1945 yang menjamin kemerdekaan beragama setiap warganegara akan menang menghadapi ujian dari kaum fundamentalis.

Mantan presiden RI itu mengatakan, rakyat Indonesia sudah sepatutnya memegang teguh konstitusi negara tersebut dan bekerja secara cerdas.

Dalam pemaparan lisannya dalam bahasa Inggris yang lancar di depan lebih dari 300 peserta KTT yang datang dari berbagai negara di kawasan Asia Pasifik itu, Gus Dur menyoroti kisruh masalah Ahmadiyah dan pengesahan undang-undang pornografi yang menimbulkan kontroversi di masyakarat plural Indonesia.

Kalangan yang disebut Gus Dur "fundamentalis", yakni mereka yang menggunakan kekerasan dalam merespons persoalan negara, telah memarakkan isu Ahmadiyah.

Kalangan fundamentalis mendesak pemerintah untuk melarang Ahmadiyah dan para pengikutnya sempat mengalami tindak kekerasan dimana sejumlah masjid dan sekolah mereka dirusak, kata Gus Dur.

Dalam masalah ini, pemerintah RI mengeluarkan keputusan yang netral. Selain isu Ahmadiyah, isu lain yang menempatkan rakyat dalam posisi yang dilematis adalah soal pengesahan undang-undang pornografi di tengah penentangan beragam kalangan, katanya.

"Kita tidak bisa menggeneralisir undang-udang bagi setiap orang tapi inilah situasi yang kini terjadi di Indonesia. Pada saat yang sama kita juga diminta untuk taat pada konstitusi negara. Di dalam UUD, ada jaminan bagi setiap warga negara untuk dapat hidup secara aman," kata Gus Dur.

Namun terlepas dari masalah-masalah yang kini ada dalam kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan Indonesia yang majemuk di tengah geliat demokrasi, Gus Dur mengatakan, ia optimis dengan masa depan Indonesia.

Konstitusi akan menang

"Dalam jangka panjang, konstitusi negara akan menang menghadapi ujian kaum fundamentalis... Kita harus bekerja secara cerdas dan memegang teguh konstitusi," katanya dalam panel diskusi yang dipandu Prof.James Haire, tokoh agama dan akademisi dari Pusat Kristen dan Budaya Australia itu.

Dalam KTT yang diikuti lebih dari 300 orang peserta dari Indonesia, Bangladesh, China, Thailand, Filipina, Vietnam, Kamboja, Sri Lanka, Fiji, Selandia Baru, Singapura, Malaysia, dan Australia sebagai tuan rumah itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin juga dijadwalkan berbicara pada hari ketiga (20/2).

Konferensi yang diselenggarakan bersama oleh Pusat Multi-Keyakinan Universitas Griffith dan Pure Land Learning College dengan tema "Satu Kemanusiaan, Beragam Keyakinan" itu juga menghadirkan banyak tokoh lain.

Di antara para tokoh itu adalah Tom Calma (Komisi HAM Australia), Felix Machado (Keuskupan Nashik, India), Jeremy Jones (Dewan Eksekutif Yahudi Australia), Yi Thon (Dewan Antar-Iman Kamboja), dan Dr.Loreta Castro (Pusat Pendidikan Perdamaian Filipina).

Dari KTT itu, para peserta diharapkan menemukan titik temu nilai dan prinsip dari agama-agama yang ada dan merumuskan usul kebijakan di tingkat lokal, nasional, dan regional bagi mendorong upaya mewujudkan perdamaian dan harmoni di Australia dan hubungan Australia dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik.

Gus Dur datang bersama mantan Ibu Negara Sinta Nuriyah Wahid dan delapan anggota delegasi RI lainnya. Mereka adalah Abdul Fatah Muchit (Depag RI), Dr.Tjahjadi Nugraha Damaris, MA, Bingky Irawan Po, Dewa Ketut Suratnaya, Hermawi Taslim, Bambang Susanto, Sulaiman, dan Isabell Koniawani Kho.

*) My news for ANTARA on Feb 18, 2009

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity