Thursday, August 21, 2008

KEBIJAKAN PM RUDD "SEMANGATKAN" DEPARTEMEN STUDI INDONESIA UNIV SYDNEY

Komitmen pemerintah Australia untuk menghidupkan kembali pengajaran dan studi Asia, termasuk bahasa/studi Indonesia, di SMA-SMA negara itu "memberi semangat baru" bagi Universitas Sydney (US), kata Asosiat Dekan Fakultas Seni US, Prof.Adrian Vickers.

"Memang kita belum tahu detailnya, tetapi pada garis besar (itu) sudah merupakan pernyataan simbolis yang memeri semangat baru pada kami," katanya dalam wawancara via email dengan ANTARA, Senin, menyambut perayaan 50 tahun kehadiran Departemen Studi Indonesia US yang jatuh pada 15 Agustus 2008.

Prof.Vickers mengatakan, pengajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah Australia cenderung sudah "berkurang" sehingga implementasi program pengajaran dan studi Asia pemerintahan Perdana Menteri Kevin Rudd terhadang oleh kekurangan guru.

"Pengajaran bahasa Indonesia sudah berkurang di sekolah. Kemungkinan besar ada kekurangan guru untuk implementasi program yang diumumkan oleh Kevin Rudd," kata Indonesianis yang merampungkan studi doktornya dari US tahun 1986 ini.

Komitmen pemerintah Australia di bawah kepemimpinan PM Rudd pada penghidupan kembali pengajaran dan studi Asia di sekolah-sekolah negara itu berkaitan dengan upaya Canberra memenuhi kebutuhan diplomasi jangka panjang dan meningkatkan daya saing Australia di abad 21.

Seperti pernah disampaikan Menteri Pendidikan Julia Gillard, pemerintah federal akan mengalokasikan dana sebesar 62,4 juta dolar Australia dalam empat tahun untuk mendukung Program Nasional Studi dan Bahasa Asia di Sekolah dengan penekanan pada bahasa Jepang, Indonesia, Mandarin, dan Korea.

Prospek Departemen Studi Indonesia

Mengenai prospek Departemen Studi Indonesia (DIS) Universitas Sydney sejak berdiri 50 tahun lalu, Prof.Studi-Studi Asia Tenggara Sekolah bahasa dan Budaya US ini mengatakan, prospek DIS sudah mulai membaik sejak 2006 setelah kehadiran dosen baru, Michele Ford, yang mendapat posisi untuk memperbaharui jurusan.

"Saya kembali ke Sydney tahun yang lalu, dan sudah ada dosen lain, Elisabeth Jackson. Semua berarti bahwa pemimpin universitas mengakui Indonesia sebagai tetangga yang penting, dan perkunjungan ke Indonesia dari atasan university (US) sudah direncanakan sebelum Kevin Rudd menang. Hal ini berarti bahwa kami sudah siap untuk menerima kebijakan baru," katanya.

Sejak kehadirannya tahun 1958, DIS Universitas Sydney mengalami pasang-surut dalam jumlah mahasiswa seiring dengan dinamika dan perkembangan politik kawasan.

Vickers mengatakan, pihaknya belum mengetahui secara tepat jumlah lulusan DIS karena arsip US belum memberikan indikasi siapa yang mengambil pelajaran Indonesia dalam "degree-nya" (gelar kesarjanaannya).

"Setahu kami, sudah ada beberapa ratus (hampir 300) yang lulus pada tingkat honours. Pada tahun 1960-an Indonesian and Malayan Studies (nama asli dari Jurusan) mendapat 300 sampai 600 mahasiswa setiap tahun, dan dianggap subyek yang paling populer. Posisinya kini diganti studi Spanish (Spanyol)," katanya.

Dari segi jumlah mahasiswa, DIS US mengalami pasang surud. Pada 1976 misalnya, jumlah mahasiswanya berkurang sesudah Indonesia "mengambil" Timor Timur, dan akhir 1990an juga berkurang akibat Indonesia dianggap 'berbahaya', khususnya sesudah kerusuhan yang berhubungan dengan kemerdekaan Timur Loro Sae, rangkaian aksi terorisme dan kasus Schapelle Corby, katanya.

"Banyak orang tua enggan mengirim anaknya ke Indonesia oleh karena pengaruh media, dan Indonesia tidak dianggap 'sexy' lagi," katanya.

Sejauh ini, sudah ada sekitar 170 ribu siswa Australia yang belajar bahasa Indonesia di sekolah-sekolah milik pemerintah.

50 tahun DIS

Universitas Sydney merayakan 50 tahun kehadiran DIS di lingkungan perguruan tinggi riset papan atas Australia itu pada 15 Agustus 2008.

Acara puncak peringatan "tahun emas" DIS itu ditandai dengan reuni para alumni yang turut dihadiri undangan dari unsur kedutaan besar, konsulat RI, Asosiasi Australia-Indonesia (AIA) dan Dewan Bisnis Australia-Indonesia (AIBC).

Kehadiran studi bahasa dan budaya Indonesia di US tidak dapat dilepaskan dari sosok Dr Frits van Naerssen karena dia adalah dosen senior yang mengajar. Akademisi asal Belanda ini memimpin DIS hingga 1960-an.

Eksistensi DIS Universitas Sydney itu telah membantu generasi baru Australia "menemukan" Asia dan berkenalan dengan isu-isu politik kawasan.

Banyak di antara para lulusan DIS menjadi akademisi terkemuka tidak hanya di Australia tetapi juga di Universitas Princeton dan Leiden. Selain itu, banyak juga di antara para alumninya yang meniti karir sebagai penulis, diplomat, guru, pekerja sosial, wartawan, dan pengusaha yang sukses.

Dalam perjalanannya, DIS terus membangun jaringan kerja sama antar-akademisi Indonesia dan Australia, termasuk menghasilkan para lulusan doktor di bidang-bidang studi seperti sastra, politik, dan arsitektur.

*) My news for ANTARA on August 4, 2008

No comments:

About Me

My photo
Brisbane, Queensland, Australia
Hi, I am a journalist of ANTARA, Indonesia's national news agency whose headquarters is in Jakarta. My fate has brought me back to Australia since March 2007 because my office assigns me to be the ANTARA correspondent there. My first visit to the neighboring country was in 2004 when I did my masters at the School of Journalism and Communication, the University of Queensland (UQ), Brisbane, under the Australian Development Scholarship (ADS) scheme. However, the phase of my life was started from a small town in North Sumatra Province, called Pangkalan Brandan. In that coastal town, I was born and grown up. Having completed my senior high school there in 1987, I moved to Medan to pursue my study at the University of North Sumatra (USU) and obtained my Sarjana (BA) degree in English literature in 1992. My Master of Journalism (MJ) was completed at UQ in July 2005. The final research project report for my MJ degree was entitled "Framing the Australian Embassy Bombing (Jakarta) in Indonesian and Australian Newspapers". Further details about me can be read in a writing posted in my blog entitled "My Life Journey".

Blog Archive

NeoPod

NeoCounter

The Value of Creativity

The Value of Creativity